JEPARA, Joglo Jateng – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara belum bisa putuskan usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Pasalnya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker) belum turun.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara, Edy Sujatmiko yang diajak serikat buruh Jepara untuk beraudiensi perihal kenaikan UMK mengatakan tidak dapat memutuskan secepatnya. Sebab, mesti memperhatikan regulasi dan ketentuan dari pusat.
Dengan kata lain, hasil audiensi Senin (9/10) di Sekretariat Daerah (Setda) Jepara tidak menemukan benang merah. Namun, ia tetap menyerap keinginan serikat pekerja dengan menjadikan referensi.
“Konsep dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serikat pekerja akan kami jadikan referensi sebagai lanjutan Permenaker nanti yang akan turun. Kewenangannya ada di sana,” papar Edy kepada Joglo Jateng, Senin (9/10/23).
Sementara itu, Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Jepara Raya, Yopi Priambudi menyampaikan, buruh Jepara meminta adanya kenaikan UMK. Jumlahnya sebesar 35 persen dari tahun lalu.
Angka tersebut, berdasarkan pada hasil survey kebutuhan hidup layak sekitar 27,28 persen. Kemudian dijumlahkan dengan nilai inflasi 2,49 persen dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yang mencapai 5,23 persen.
Menurutnya, kenaikan UMK Jepara pada 2023 sebesar 7,8 persen atau Rp 164.223 masih jauh dari kebutuhan hidup layak bagi bagi buruh. Sehingga, dengan kenaikan 35 persen diharap akan meningkatkan daya beli buruh.
Yopo menambahkan, melalui keterwakilannya di Dewan Pengupahan, konsep ini akan pihaknya sampaikan dalam Rapat Dewan Pengupahan. Yakni untuk penetapan UMK Jepara tahun 2024.
“Kenaikan yang kami minta sudah sesuai dengan kebutuhan hidup layak bagi Buruh di Jepara. Kami sudah melakukan survey kebutuhan hidup layak dan kenaikan UMK Jepara 7,8 persen masih jauh dari kebutuhan hidup layak,” pungkasnya. (cr2/fat)