SEBAGAI daerah yang terkenal dengan industri mebelnya, Jepara dijuluki sebagai Kota Ukir. Hal itu memacu Ladamif Films dan BEM Fakultas Dakwah dan Komunikasi (Fadakom) Unisnu Jepara menggarap film pendek fiksi bertema mebel Jepara. Film pendek bertajuk Ya Kayuku Ya Kayumu berdurasi 10 menit ini berhasil lolos untuk masuk dalam 24 finalis terbaik di ajang Festival Film Pendek SOS 2024 yang diadakan oleh Indosat Ooredoo dan Narasi TV.
Adamifa Sobirin selaku penulis naskah sekaligus sutradara film mengaku, film tersebut menceritakan persaingan bisnis meubel ukir di Jepara yang kurang sehat akibat kemunculan teknologi. Cerita yang diangkat berangkat dari kisah nyata, keprihatinan melihat dinamika perindustrian di Jepara. Terutama adanya ujaran kebencian (hate speech) antara pelaku bisnis mebel ukir.
“Sebuah industri sebagai tulang punggung bagi warga Jepara, diam-diam ada miskomunikasi. Ujaran kebencian di media sosial membuat identitas mebel ukir Jepara menjadi turun. Ada yang sengaja membuat konten untuk menjatuhkan pesaing,” ucap lelaki yang juga berperan sebagai Kiwir itu, belum lama ini.
Ia mengungkapkan, persaingan bisnis meubel dan ukir sudah ada sejak dulu. Namun, seiring berkembangnya teknologi yang kian pesat, ia melihat banyak pelaku yang bersaing melampiaskan ujaran kebencian di media sosial.
Menurut Adamifa, hal itu telah melunturkan identitas seni di Jepara. Lantaran, pesaing sekarang hanya berkutat pada kepentingan bisnis, bukan warisan seni.
“Persaingannya lebih ke profit sekarang. Menghimpun beberapa riset, ada konsumen maupun pelaku usaha ikut nyerang,” katanya.
Selain mengangkat isu mebel, dirinya ingin menggugah aktivitas perfilman di Jepara. Sehingga, film pendek itu mampu menginspirasi masyarakat di sana untuk membuat karya film.
“Sebagai regenerasi wadah kegiatan perfilman. Melalui karya film ini kita mampu memperkenalkan mebel Jepara kepada khalayak umum. Dengan persaingan bisnis secara sehat mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap industri mebel semakin baik,” tandasnya. (cr4/adf)