Oleh: Dra. Yumi Astuti, M.Si.
Guru PPKn SMA Negeri 1 Demak, Kabupaten Demak
PENDIDIKAN Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) akan membentuk siswa menjadi pribadi yang tanggung, bertanggungjawab, dan berkarakter yang mampu mematuhi aturan masyarakat serta menjadi warga negara yang baik. Melalui pendidikan, akan mengantar seseorang menjadi warga negara yang memiliki karakter yang nantinya akan mengantarkan negara tersebut pada tujuan negaranya. Pendidikan bahkan dilaksanakan sedini mungkin agar terjadi proses pembentukan karakter. Wawasan serta kesadaran mengenai menjadi warganegara yang baik perlu ditumbuhkembangkan melalui sebuah proses yaitu melalui pendidikan.
Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan serta pengetahuan dalam hal nilai-nilai budaya Indonesia yang luhur serta berwawasan nusantara (Sumarsono, 2005). Pembelajaran PPKn, memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, serta wawasan kebangsaan. Pelajaran PPKn akan membentuk karakter siswa secara menyeluruh dari segi agama, sosial, kultural, bahasa, usia supaya menjadi warganegara yang berkarakter.
Realitas pembelajaran selama ini dapat diketahui bahwa pembelajaran PPKn ternyata belum sepenuhnya mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan. Beberapa permasalahan kurang berhasilnya tujuan pembelajaran PPKn antara lain beberapa guru belum memanfaatkan maupun mengembangkan media yang sesuai dengan materi pembelajaran, penggunaan strategi maupun pendekatan pembelajaran juga belum maksimal, serta model pembelajaran yang digunakan. Kurangnya kemampuan guru dalam pembelajaran PPKn tersebut berdampak pada karakter peserta didik meliputi kurangnya kedisiplinan, tanggung jawab, bahkan sampai ke tindakan kriminal.
Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, model pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada sesuai dengan keadaan masing-masing siswa. Diperlukan pendekatan yang menyeluruh atau komprehensif. Pendekatan ini mulai dari orientasi, eksplorasi, pendalaman, dan penyimpulan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, maka diperlukan model pembelajaran PPKn melalui pendekatan yang menyeluruh atau komprehensif.
Pendekatan komprehensif meliputi penanaman nilai/inkulkasi (inculcation), keteladanan (modeling), fasilitasi nilai (facilitation), dan pengembangan keterampilan siswa (skill building) Pendekatan komprehensif dalam pendidikan karakter meliputi inkulkasi, pemodelan, fasilitasi nilai dan pengembangan soft skill. Pembelajaran PPKn memiliki tujuan nilai-nilai moral yang diharapkan mengandung nilai-nilai moral yang dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang disebut dengan karakter. Dalam pembelajaran PPKn, seorang guru dituntut menggunakan metode dan model pengajaran yang tepat agar tujuan pendidikan tercapai. Pembelajaran PPKn diharapkan dapat membentuk warga negara Indonesia yang sesuai dengan karakter dalam dasar negara.
Pembentukan pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran wajib belakangan ini telah dilakukan dibarengi dengan kebijakan pemerintah untuk menggenjot pendidikan berkarakter. Identifikasi memiliki peran penting untuk dimainkan dalam membantu membentuk dan memperkuat karakter dasar. Pengembangan model pembelajaran ini melalui tiga tahapan, yaitu studi pendahuluan di mana peneliti dan pihak sekolah mendiskusikan rancangan penelitian serta penggalian data terkait pelaksanaan pembelajaran PPKn yang selama ini telah dilakukan, kemudian peneliti bersama guru merancang model pembelajaran PPKn, serta menggunakan cara mengembangkan model berbasis pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan komprehensif.
Pelaksanaan kurikulum yang dipakai selama ini menggunakan proses pembelajaran aktif, guru melakukan tugasnya sebagai fasilitator maupun motivator dengan mengemas mata pelajaran menjadi lebih maknawi dalam kehidupan sehari-hari dengan model pembelajaran tematik integratif dan pendekatan saintifik. Kelemahan yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah cocok diterapkan di sekolah yang sudah maju dan gurunya semangat belajar tinggi, masyarakat yang sudah terdidik, muridnya memiliki kemampuan dan fasilitas setara, serta infrastruktur telekomunikasi dan transportasi sudah merata sehingga tidak menghambat proses serta pada penggunaan ujian sebagai evaluasi standar proses pembelajaran siswa aktif. (*)