PMR Optimalkan Belajar Transformasi Geometri

Oleh: Wiyono, S.Pd.
Guru Matematika SMP N 19 Surakarta

MENJELASKAN dan menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan transformasi geometri merupakan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa SMP kelas IX. Namun dalam pembelajarannya, banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penulis sebagai guru matematika kelas IX G SMP Negeri 19 Surakarta dalam pembelajarannya menerapkan metode PMR (pembelajaran matematika realistik). Harapannya, siswa dapat menjelaskan dan menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan transformasi geometri. Yakni dengan menghubungkan antara konsep matematika yang bersifat abstrak dengan yang konkret. Sehingga mudah mengaitkan antara keduanya, dan dapat menjadi stimulus terhadap pemahaman yang mendalam.

Menurut Soviawati (2011), PMR meru­­pakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa me­ma­ha­mi matematika dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mene­mu­­kan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika. Dengan begitu, siswa mem­punyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika.  Siswa tidak hanya mudah menguasai konsep dan bahan pelajaran, namun juga tidak cepat lupa dengan apa yang telah diperolehnya.

PMR lebih mendekatkan matematika dengan lingkungan siswa. Metode ini harus mengaitkan konsep-konsep matematika dengan pengalaman siswa di kehidupan sehari-hari. Kemudian menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki siswa pada kehidupan sehari-hari.

Siswa dapat memahami konsep transformasi, menentukan rumus dan sifat-sifat transformasi, dan terampil dalam menggambar bayangan objek oleh suatu translasi. Kemudian juga dapat menyelesaikan masalah dengan menerapkan rumus translasi.

PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika. Sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa lalu (Soedjadi: 2001).

Dalam proses PMR, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Yakni melalui penjelasan berbagai situasi dan persoalan-persoalan dunia nyata (real word).

Siswa berkolaborasi, berdiskusi dan berargumentasi dengan teman-temannya. Selanjutnya mengamati dan memahami realita lingkungan di sekitarnya, serta mengaitkan dengan transformasi dalam pembelajarannya.

Menurut Gravemeijer (1994), PMR mempunyai 3 prinsip utama yaitu guided reinvention (menemukan kembali) atau progressive mathematizing (matematisasi progresif). Lalu didactical phenomenology (fenomena didaktik), dan self developed models (mengembangkan model sendiri).

Sintaks pembelajaran Transformasi Geometri dengan PMR melalui tahapan sebagai berikut. Pertama, pendahuluan. Guru menyampaikan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa dan menyajikan sebuah masalah situasi nyata yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian meminta siswa memahami hal tersebut dengan mencermati masalah di sekitar yang melibatkan transformasi (refleksi, translasi, rotasi dan dilatasi).

Kedua, pelaksanaan. Siswa melakukkan percobaan dan mengamati demonstrasi untuk menentukan hubungan antara suatu titik dengan titik hasil transformasi. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual, secara individual, dengan mengerjakan tugas di lembar kerja dengan cara mereka sendiri. Kemudian memberikan suatu alasan terhadap setiap jawaban yang diberikan.

Guru membentuk kelompok dan meminta untuk bekerja sama membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah yang telah diselesaikan secara individu. Selanjutnya, guru mengarahkan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyajikan hasil pembelajaran tentang transformasi yang dipelajari dengan masalah konstektual yang baru diselesaikan.

Ketiga, penutup. Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan transformasi.

Penerapan PMR dalam pembelajaran Transformasi Geometri berpengaruh sangat signifikan. Karena siswa dengan optimal dapat menemukan permasalahan transformasi untuk bangun yang lebih kompleks. Siswa lebih berantusias bisa berpikir cepat (thinking fast), sistematis, kritis dan analitis dalam memahami konsep pembelajaran secara menyeluruh. Dengan begitu, akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya, serta dapat menumbuhkembangkan potensi untuk mendapatkan segala solusi dalam berbagai masalah kehidupan. (*)