Ramadan dan Kesempatan Bermuhasabah

HM. Ali Maksum, SE., ME

Oleh: HM. Ali Maksum, SE., ME
Khodim Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim,
Sekretaris FKPP Kota Semarang

BERJUMPA dengan Ramadan merupakan sebuah kenikmatan yang agung. Sudah sepantasnya seseorang yang mengakui dirinya sebagai seorang muslim, merasakan kenikmatan itu sehingga merasuk didalam kalbunya. Banyak orang yang tidak mampu menembus kenikmatan ini. Baik karena malaikat maut sudah menjemputnya atau bahkan karena kedhoifan dirinya disebabkan karena sakit atau sebab kelalaian dan sikap masa bodoh dengan kedatangan Bulan Ramadan.

Maka rasa syukur tak terhingga hendaknya disampaikan kepaada Allah SWT. Karena tanpa anugerah dan ridho-Nya, seorang muslim tidak akan mampu menjumpai Ramadan. Bahkan tidak bisa menikmati kedatangan Bulan Ramadan.

Bulan Ramadan mengajak umat Islam selama sebulan penuh untuk merenung atau bermuhasabah. Yakni dengan merenungkan dirinya, apakah ia mampu menahan segala godaan hawa nafsu yang bersifat negatif baik secara jasmani maupun rohani. Ataukah dirinya mampu mengisi Ramadan dengan lebih baik.

Banyak orang yang tidak menyadari akan kemuliaan Bulan Ramadan ini, sehingga banyak orang lalai menganggap Ramadan sama seperti sebelas bulan yang lain. Terkadang di Bulan Ramadan ini, masih banyak manusia yang menjadikan mata, telinga, mulut dan yang lainnya sebagai moda transfer kemaksiatan.

Jangan seorang muslim tertipu oleh bungkus dan melupakan isi. Esensi Ramadan dalam hal ini puasa, bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga. Puasa ini hanyalah bungkusnya. Sedangkan isinya adalah iman, takwa, dan amal saleh. Ketika kita tidak makan dan minum seharian namun lisan kita tidak terjaga, tangan kita tidak terkontrol, mata masih jelalatan dan ibadah-ibadah lainnya tidak meningkat, jangan-jangan kita hanya mendapatkan bungkusnya namun menghilangkan isinya.

Di Bulan Ramadan ini, mari perbanyak merenung dan bermuhasabah. Mengapa kita masih bernafas hingga detik ini atau entah sampai kapan jantung ini masih berdetak. Yakinilah bahwa irisan-irisan takdir ini merupakan bukti bahwa Allah SWT sayang pada kita. Jika kita merasa banyak tumpukan-tumpukan dosa, maka di Bulan Ramadan ini kita kikis habis dosa yang bertumpuk dengan memperbanyak istighfar. Kemudian memperbanyak salat dan sholawat, memperbanyak kuantitas dan kualitas sodaqoh, dll.

Ada empat hal yang bisa kita lakukan agar menjadikan Ramadan kali ini betul-betul istimewa. Pertama, menunjukkan sikap gembira. Bahagia dan senang dengan kedatangan Ramadan. Ketika seorang muslim gembira dengan kedatangan tamu istimewanya yakni Ramadan, maka dirinya akan mempersiapkan betul penyambutannya. Bahkan ia akan optimal mengisi hari-hari Ramadan dengan hati yang bahagia.  Bahagia ketika salat tarawih, tadarus Al-Qur’an, bershodaqoh, dll.

Kedua, menjaga kualitas puasa dari segala hal yang menjadikan puasa kita hanya bernilai lapar dan dahaga. Antara lain menjaga lisan dari menggibah, berbohong, berkhianat, tidak menepati janji, menjaga panca indera agar tidak menjadi moda transfer kemaksiatan, dll.

Ketiga, menjaga hati agar tetap tawadhu’. Yakni menganggap orang lain lebih baik dari diri kita. Bukan sebaliknya, menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Bukankah lebih baik mengakui diri kita banyak dosa, salah dan khilaf daripada mengakui diri kita banyak amal dan banyak pahala. Karena ketika kita mengakui bahwa diri kita banyak dosa, maka yang keluar dari lisan kita adalah kalimat istighfar. Namun jika kita mengakui diri kita banyak pahala, banyak amal dan merasa paling baik, Maka yang dikhawatirkan adalah munculnya bibit-bibit kesombongan yang akan melumat habis pahala yang selama ini dikumpulkan.

Keempat, menjadikan Ramadan sebagai bulan sosial. Yakni tidak hanya menjadikan diri kita saleh secara agama, namun juga saleh secara sosial. Empat hal tersebut sebagai bahan perenungan dan muhasabah, apakah Ramadan ini bisa lebih baik dibanding Ramadan tahun lalu. Begitulah fungsi Ramadan sebagai bulan muhasabah atau bulan perenungan. Wallahu a’lam bisshowab. (*)