IDULADHA yang dilanjutkan dengan hari tasyrik telah dilalui. Bersyukur bagi yang tahun ini Allah mudahkan untuk berkurban, terlebih lagi berangkat ke baitullah dalam rangka menyempurnakan rukun Islam yaitu haji. Yang belum berkesempatan berkurban maupun berhaji, hendaknya terus bertekad kuat dan berikhtiar agar Allah mudahkan untuk melaksanakannya.
Meskipun telah berlalu di tahun ini, namun hikmahnya akan terus membekas dalam diri orang beriman yang kemudian memberi pengaruh pada perjalanan kehidupan selanjutnya. Di antara hikmah yang dapat dipetik adalah yang pertama, cinta tertinggi adalah kepada Allah dan karena Allah. Cinta karena selain Allah akan luntur seiring dengan lunturnya sebab cinta tersebut namun cinta kepada Allah dan karena Allah akan terus kekal hingga di surga-Nya.
Semua yang kita miliki di dunia ini sejatinya adalah milik Allah yang diamanahkan kepada hamba-Nya dalam rangka meningkatkan nilai-nilai ubudiyah. Maka, tidak layak kita mencintai perbendaharaan dunia, bahkan anak istri keluarga kita melebihi cinta kita kepada Allah yang kemudian menyebabkan kita lalai dari dzikrullah.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Munafiqun ayat 9 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi,”
Apakah masih ingat kisah qarun? yang diberi dengan harta yang melimpah sampai-sampai saking besar gudang hartanya, kuncinya hanya bisa dibawa oleh 7 orang yang besar badannya. Namun kemudian Allah binasakan dan tenggelamkan karena kesombongannya, menganggap semua yang ia miliki adalah sebab ilmu yang dia miliki. Maka, momen Iduladha ini adalah momen pengingat bahwa harta kekayaan hanyalah tipuan yang bisa membinasakan jika tidak kita manfaatkan dalam rangka ibadah dan dzikrullah.
Yang kedua, kurban memiliki akar kata qaruba dalam Bahasa Arab yang berarti mendekatkan. Momen berkurban di Hari Raya Iduladha merupakan momen mendekatkan diri kepada Allah dengan apa yang ada di sisi kita, khususnya harta. Sikap mendekatkan diri seperti inilah yang hendaknya terus ada di setiap hari-hari orang yang beriman.
Allah bahkan sudah memberi tahu hamba-Nya bahwa Allah sangat dekat dalam firman-Nya “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186).
Jika Allah saja sudah dekat dan sudah menyediakan semua bentuk kenikmatan baik kesehatan, waktu, harta, dan banyak kenikmatan lain untuk mendekat kepada-Nya, lantas mengapa banyak dari kita yang semakin menjauh?
Yang ketiga, momen Iduladha hendaknya meningkatkan aspek sosial sekaligus menghilangkan sifat-sifat hewani dalam diri kita seperti rakus, tamak, serakah, dan mau menangnya sendiri. Kurban memiliki dimensi ibadah horizontal. Menyembelih hewan kurban kemudian membagikan dagingnya akan membentuk kepedulian sosial terlebih bagi yang tidak mampu, karena kita tahu bahwa sebagian masyarakat kita belum tentu dapat makan daging sekali dalam setahun.
Maka, kurban dapat menjadi sebuah sarana dalam membangun solidaritas, kebersamaan dan keharmonisan dalam masyarakat. Sifat-sifat hewani yang dapat menjadi bencana di tengah keharmonisan masyarakat juga hendaknya hilang dalam diri manusia.
Iduladha tidak hanya dirasakan manfaatnya di 1 hingga 4 hari saja, namun hikmahnya yang seharusnya mampu membangun karakter bangsa ini, dapat terus membumi di tengah kehidupan manusia. Sehingga tercipta masyarakat yang aman, tenteram dan limpahan barokah dari Allah SWT. (*)