SEMARANG, Joglo Jateng – Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut bahwa penyebab Provinsi Jawa Tengah tidak mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) adalah karena adanya refocusing anggaran. Terlebih saat menghadapi Pandemi covid 19 dan diselenggarakannya Pemilu Serentak.
“Sepanjang 2021-2024 memang kondisi yang dialami di Jawa Tengah tidak mudah. Pertama itu masa covid sehingga ada refocusing anggaran di tahun 2020-2022. Pada 2024 juga ada refocusing anggaran untuk mendukung Pemilu dan Pilkada sehingga banyak mata anggaran yang dipotong,” jelasnya, belum lama ini.
Selain itu, kata dia, juga ada pembatasan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh PLN. Diketahui capaian bauran EBT di Jateng 2024 hanya 18,55 persen. Sedangkan target nasional di angka 19,49 persen.
Menurut Fabby, adanya refocusing anggaran ini berakibat pada program untuk akselerasi desa mandiri energi dan sederet program lainnya sulit diimplementasikan oleh Pemprov Jateng. Sebab anggaran tidak memadai. Program yang telah dijalankan seperti Desa Mandiri Energi pun tidak maksimal.
“Dinas ESDM setahu saya sudah punya program desa mandiri energi. Misalnya mendukung pemanfaatan biogas, mendukung pemanfaatan energi terbarukan yang lain termasuk gas rawa untuk mengganti LPG. Itu tidak bisa dilaksanakan secara penuh,” ungkapnya.
Implementasi bauran EBT tahun 2024 ini juga terhalang regulasi pemasangan PLTS Atap yang dibatasi oleh PLN maksimal 15 persen dari total kebutuhan listrik suatu industri.
“Sejak 2021 sampai 2023 akhir lalu, konsumen PLN (sektor industri, Red.) itu mendapat kesulitan untuk memasang PLTS atap karena ada dalih dari PLN bahwa mereka mengalami over capacity. Sehingga dibatasi maksimal 15-20 persen dari total kapasitas listrik yang digunakan,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas ESDM Boedyo Dharmawan menyebut, capaian bauran EBT pada 2024 di Jateng, bahkan nasional memang belum sesuai harapan. Menurutnya, ada hambatan dalam implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
“Di industri yang sangat diminati adalah PLTS rooftop/atap. Pernah kita fasilitasi penggunaan PLTS rooftop di industri. Tetapi waktu awal itu ada kebijakan berbeda dari pusat yang sedikit membatasi PLTS rooftop, ketika itu gencar-gencarnya minat sektor industri, tiba-tiba ada kebijakan tentang pembatasan,” ungkap Boedyo. (luk/adf)