Oleh: Laili Arfiyati, S.Pd.I
Guru PAI SDN 01 Limbangan, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang
WUDU merupakan pintu utama untuk seorang muslim mengerjakan ibadah mahdhah seperti ibadah salat. Ibadah salat wajib bagi setiap muslim, dan tidak sah dilakukantanpa berwudu. Maka, mempelajari tata cara berwudu dengan baik dan benar pun menjadi wajib hukumnya (Rahayu & Denenty, 2015).
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah pernah mengatakan bahwa tidak akan diterima salat seseorang dalam keadaan berhadas sampai ia berwudhu. Namun, realitasnya, masih banyak peserta didik muslim belum mengetahui mengenai tata cara wudu yang baik dan benar menurut syariat Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Penulis mendapati sebagian besar peserta didik belum bisa berwudu dengan baik.
Usia 7-8 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk mengajarkan tata cara salat dan berwudu. Hal ini sebagaimana anjuran dari hadits Rasulullah, “Ajarkan anakmu shalat saat ia berusia 7 tahun”. Berdasarkan hadits tersebut, anak kelas 2 SD dengan usia 7-8 tahun seharusnya sudah mulai mempelajari tata cara wudu sampai usia mereka genap 10 tahun.
Ada waktu tiga tahun sejak umur 7 hingga 10 tahun, yang diisyaratkan dalam hadits untuk benar-benar serius mengajarkan berwudu dan salat. Sehingga di usia 10 tahun, seorang muslim sudah tepat dalam menjalankan kewajiban ini (Kusumawardani, 2021).
Media pembelajaran audio visual mengenai tata cara wudu mengembangkan media audio visual untuk pembelajaran tata cara berwudu yang valid dan sangat efektif. Visualisasi gambar dan bantuan audio memberikan pengaruh yang signifikan kepada murid dalam mempraktikkan gerakan tata cara berwudhu.
Penggunaan media visual memang memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran. Di antara kelebihan penggunaan media ini yaitu dapat memberikan pengalaman visual. Di mana media audio visual dapat menyajikan gambaran visual yang jelas dan konkret tentang topik atau konsep yang diajarkan.
Penggunaan gambar, animasi, dan efek suara yang menarik dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Media ini juga dapat memfasilitasi pemahaman yang lebih baik.
Media audio visual dapat membantu memperjelas konsep yang kompleks dan abstrak melalui gambar, diagram, grafik, dan animasi. Ini memungkinkan siswa untuk memahami materi dengan lebih baik.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan terdapat kekurangan media audio visual dalam proses pembelajaran yang perlu diketahui oleh seorang pendidik. Di antara yaitu ketergantungan pada teknologi.
Penggunaan media audio visual membutuhkan akses dan penggunaan peralatan teknologi. Seperti proyektor, pemutar media, atau komputer. Jika peralatan ini tidak tersedia atau mengalami masalah teknis, pembelajaran dapat terganggu atau terhambat. Hal lainnya yang dapat ditimbulkan oleh media adalah adanya gangguan dan distraksi.
Media audio visual yang interaktif atau mengandung elemen hiburan dapat memicu gangguan dan distraksi pada siswa. Fokus mereka dapat teralihkan dari tujuan pembelajaran utama, sehingga mempengaruhi pemahaman dan konsentrasi. Hal lainnya yang dapat ditimbulkan yaitu kesulitan personalisasi.
Media audio visual bersifat statis dan tidak dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap siswa. Padahal setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, dan media audio visual mungkin tidak efektif bagi semua siswa dalam memahami materi dengan cara yang optimal.
Terakhir, penggunaan media audio visual dapat memunculkan keterbatasan interaksi sosial. Penggunaan media audio visual dapat mengurangi interaksi langsung antara siswa dan guru atau antara sesama siswa. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan belajar dari interaksi sosial dalam lingkungan kelas. Karena itu, perlu bagi pendidik untuk bijak menggunakan media audio visual dalam proses pembelajaran, serta memperhitungkan baik tidaknya. (*)