KUDUS, Joglo Jateng – Baru-baru ini SMP 5 Kudus menggencarkan upaya praktik sekolah ramah anak. Hal ini diinisiasi dengan pemanfaatan aplikasi dan scan barcode pengaduan kasus perundungan siswa bernama Si Andung Esmaku. Atau Sistem Informasi Anti Perundungan SMP 5 Kudus.
Kepala SMP 5 Kudus, Abdul Rochim menjelaskan, siswa difasilitasi oleh sekolah untuk melaporkan gejala atau aksi perundungan yang mereka alami. Dulunya, pelaporan dilakukan secara manual. Namun mengingat perubahan di era digital ini, pihaknya dan tim berinovasi untuk mengalihkan ke sistem berbentuk aplikasi.
“Yang diharapkan oleh Kemendikbud adalah sekolah ramah anak yang aman dan nyaman. Maka ini juga berkaitan dengan tiga dosa pendidikan yaitu perundungan, intoleransi dan kekerasan seksual. Untuk sementara ini, perundungan memang jadi pusat perhatian. Sehingga kami memfasilitasi siswa, bahkan orang tua melalui Si Andung ini,” jelasnya saat ditemui Joglo Jateng.
Tujuan SMP 5 Kudus ini, lanjut Rochim, menciptakan pengaduan perundungan adalah karena cepat, free akses, dan dijamin kerahasiannya. Bahkan, kata dia, orang tua turut berpartisipasi melalui akun anak masing-masing.
“Terkadang ada anak yang tidak berani melapor secara langsung. Mereka justru lebih sering ke orang tua. Maka ketika anaknya menceritakan ke orang tua. Tidak butuh waktu lama orang tua langsung bisa akses laporan kepada sekolah,” imbuhnya.
Pihaknya mengaku telah berkomunikasi intensif dengan para orang tua. Melalui grup hingga adanya kelas parenting. Tidak hanya itu, terkait penanganan perundungan. Orang tua diajak memberikan solusi terbaik untuk sang anak.
“Orang tua juga berperan dalam pendidikan karakter anak. Seperti yang telah terjadi adalah keisengan anak-anak yang mencorat-coret fasilitas sekolah. Dengan solusi akhir pihak sekolah dan orang tua mencoba memfasilitasi anak-anak tersebut untuk mewarnai tempat yang dirusak,” bebernya.
Sementara itu, jenis perundungan yang sering dilakukan oleh anak tingkat SMP yaitu perundungan verbal. Dari kasus ringan, sedang hingga berat.
“Tahap awal baru di pengaduan ringan sedang berat. Harapannya pengaduan dilakukan saat ada gejala. Bukan ada kejadian baru lapor,” tandas Rochim.
Rochim mengaku ingin mengembangkan kembali aplikasi Si Andung ke depannya. Pihaknya menyebutkan, diseminasi sudah dilakukan ke beberapa sekolah di Kudus.
“Di Kudus ini merupakan inovasi perdana. Kita akan mengembangkan terus beberapa fitur yang kira-kira bisa lebih baik lagi. Kalau diperbolehkan kita akan koordinasi dengan Dinas Pendidikan. Terkait kelayakan aplikasi ini dikembangkan di sekolah yang lain,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru BK, Lilik Iriani Kusumaningrum, memaparkan, siswa SMP 5 Kudus saat ini memiliki lima kali kesempatan untuk mengadukan perundungan dalam satu semester.
“Sistemnya baru kita perbaiki di Januari 2023. Dulu saat launching siswa hanya bisa mengadukan satu kali. Kemudian diperbaiki sistemnya dengan tiga kali aduan dan berlanjut pada lima kali aduan,” paparnya.
Dikatakannya, materi perundungan ini juga dimasukkan dalam proyek P5 melalui pemaparan materi perundungan, aksi pembuatan mural dan video. Hingga pembuatan karya desain poster pertemuan.
“Harapannya anak di tingkat SMP ini memiliki potensi dan keunikan yang dimiliki. Bisa menjadi role model yang juga bisa menjadi generasi yang berkualitas,” katanya. (cr8/fat)