JEPARA, Joglo Jateng – Angka kasus perceraian di Jepara mengalami peningkatan. Faktornya macam-macam, mulai adanya persoalan rumah tangga, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga judi.
Kepala Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jepara, Abdul Halim Zailani mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, angka pengajuan perceraian di pengadilan mencapai 1.723 perkara. Dari angka tersebut, sebanyak 1.579 dikabulkan oleh majelis hakim.
“Tahun ini sudah ada ribuan perkara yang masuk. Alasannya kurang lebih masih sama seperti tahun lalu,” jelasnya pada Joglo Jateng, belum lama ini.
Adapun faktor penyebab terjadinya perceraian berdasarkan laporan PA di antaranya, sebanyak 957 kasus perceraian dikarenakan perselisihan dan pertengkaran terus menerus, ini menjadi faktor yang mendominasi. Kemudian, 392 dari faktor ekonomi, dan sebanyak 136 meninggalkan salah satu pihak. Selanjutnya, 17 dari narkotika, 8 di hukum penjara, 6 KDRT, 4 judi, 3 cacat badan, 3 murtad, 2 kawin paksa, dan 1 poligami.
Sampai akhir tahun 2024, angka cerai talak sebanyak 363 perkara dan cerai gugat 1.360 perkara. Pihaknya menyebut, faktor mendasar alasan perceraian di Kabupaten Jepara terus meningkat dari tahun ke tahun, disebabkan salah satu pihak yang kurang terima atau bersyukur.
“Terbanyak ada di cerai gugat. Banyak dari si istri kerja di perusahaan, suami tidak kerja. Terus kadang dinafkahi, masih judi dan selingkuh. Sehingga, salah satu pihak susah menerima. Mayoritas cerai gugat dan talak berada di umur 25-35 tahun. Tergolong usia muda,” terangnya.
Berdasarkan laporan PA, angka perceraian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada 2020 mencapai 2.154. Sempat turun pada 2021, menjadi 2.072. Namun, naik lagi di angka 2.132 di tahun 2022. Lalu, di tahun 2023 naik menjadi 1.877.
Dengan maraknya kasus judi yang terjadi, Halim berharap agar masyarakat tidak terlibat dalam praktik judi. Baik judi konvensional maupun judi online. Sebab, kata Halim, salah satu dampak dari judi di antaranya, memperburuk kondisi finansial keluarga. Sehingga, dapat menimbulkan keretakan hubungan keluarga.
“Di samping itu, persoalan perceraian bisa ditekan asal di desa-desa dimanfaatkan sebagai wadah mediasi,” tutupnya. (cr4/gih)