Batang  

Pemkab Jamin Tidak Ada Penggusuran Rumah di KIT Batang

Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang
Beberapa rumah milik para nelayan di sekitar proyek pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Rumah warga dengan KIT Batang ini dibatasi dengan jalur lintasan kereta api. (ANTARA/ JOGLO JATENG)

BATANG – Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menjamin pada masyarakat tidak akan melakukan penggusuran rumah milik warga yang berada di sekitar Kawasan Industri Terpadu Batang yang kini menjadi lokasi pembangunan industri berskala besar oleh pemerintah.

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Kabupaten Batang, Ari Yudianto di Batang, Jumat, mengatakan bahwa lokasi KIT Batang berada di sekitar tiga perkampungan yang dihuni oleh warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

“Pada rencana utama atau ‘master plan’, pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang seluas 450 hektare berada di sebelah selatan jalur rel kereta api (KA) sedang lokasi permukiman penduduk berada di sebelah utara lintasan KA sehingga kami pastikan tidak ada penggusuran rumah,” katanya.

Selain tidak melakukan penggusuran permukiman warga, kata dia, pemkab juga memastikan pada warga bahwa pihak konsorsium pembangunan KIT Batang akan menyediakan akses keluar dan masuk penduduk setempat.

“Kita sudah berdiskusi dengan pihak konsorsium, khususnya PT PP (Persero) agar akses jalan untuk masyarakat tetap terbuka lebar dan disepakati oleh konsorsium. Konsosrsium siap membuat akses jalan baru untuk mempermudah sarana transportasi warga,” katanya.

Ari mengatakan keberadaan warga yang akan keluar masuk permukiman tidak akan mengganggu aktifitas pembangunan proyek KIT Batang, apalagi jumlah tidak terlalu banyak dan meraka bermata pencaharian sebagai nelayan.

“Banyak akses jalan masuk ke pemukiman masyararakat, ada jalan utama yang mungkin masih dipertahankan yaitu menuju ke Celong atau akses ke pelabuhan,” katanya.

Ia mengatakan bangunan rumah yang didirikan oleh warga di sepanjang bibir pantai itu sebagian besar merupakan tanah milik negara dan sisanya sudah bersertifikat karena mereka mentap sudah puluhan tahun dan berprofesi sebagai nelayan.

“Ada 50 persen warga Celong rumahnya sudah bersertifikat. Memang ada sebuah regulasi dari Peraturan Menteri Pertanahan/Agraria terkait dengan masyarakat yang bermukim dan sudah turun menurun di lokasi sepanjang pantai dan mata pencahariannya itu memang nelayan maka diberikan hak untuk bisa memiliki tanah itu,” demikian Ari Yudianto.(ara/rds)