JAKARTA, Joglo Jateng – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepala daerah untuk menghindari potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Baik dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan.
Hal tersebut disampaikan KPK menyusul kasus tangkap tangan terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (RE). RE diduga melakukan intervensi dalam proyek pengadaan lahan, pemotongan terkait pengisian jabatan, dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding mengatakan, dari studi yang dilakukan KPK tentang konflik kepentingan, salah satu faktor pendorong atau penyebab terjadinya tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Yaitu situasi di mana penyelenggara negara memiliki kepentingan pribadi atas penggunaan setiap wewenang yang dimiliki.
“Sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (9/1).
Bentuk dan jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif, seperti pemerintah daerah, yakni penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan. Kemudian proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum, proses pengangkatan/mutasi/rotasi pegawai, hingga pemilihan rekanan kerja/penyedia barang, dan jasa pemerintah berdasarkan kedekatan/balas jasa/pengaruh dari penyelenggara negara.
“Situasi ini bisa terjadi dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kekuasaan lainnya. Karenanya, salah satu rekomendasi KPK berdasarkan studi tersebut adalah agar instansi melakukan pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi, dan pembangunan budaya instansi,” terangnya.
KPK, kata Ipi, dalam upaya perbaikan sistem telah mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui “Monitoring Center for Prevention (MCP)”. Dua dari delapan fokus area penguatan tata kelola tersebut adalah manajemen aparatur sipil negara (ASN) dan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Keberhasilan setiap daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sangat tergantung pada komitmen kepala daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip ‘good governance’, menjauhi benturan kepentingan, dan penyalahgunaan wewenang,” tungkasnya. (ara/ern)