Duta Karya Kudus Siapkan Perilisan Coklat dan Kopi Rempah khas Lereng Muria

MESIN: Proses pembuatan coklat dan kopi berbasis rempah di Pusat Laboratory Kimia Industri SMK Duta Karya Kudus pada Kamis, 11/08/22. (ISTIMEWA/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng– Melalui Unit Kerja Teaching Factory di Pusat Laboratory Kimia Industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Duta Karya Kudus menyiapkan perilisan produk coklat dan kopi lokal dengan basis rempah.

Ketua Pelaksana Laboratorium Produksi, Faruq Makhrus mengatakan, saat ini persiapan telah mencapai set up mesin, trainer, serta pembuatan desain serta kemasan.

Ia dan timnya juga menargetkan untuk bisa mendapatkan perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) tahun ini.

“Semoga tahun ini kami bisa mendapatkan izin PIRT. Sedang pelaksanaan trainer, sudah dua kali dilakukan,” ujarnya.

Baca juga:  20 Tahun Eksis, Jadi Soto Legendaris Kecintaan Mahasiswa Jogja

Faruq menjelaskan, produk yang telah selesai diproduksi sekarang ini masih dikonsumsi oleh pihak internal dan belum berani disebarluaskan.

Hal tersebut dilakukan mengingat pematangan kemasan belum rampung, serta produk masih dalam proses tester dan belum menemukan formula yang tepat.

“Kami masih dalam proses perbaikan. Makanya, belum berani disebarluaskan. Kami masih mengupayakan hasil produk yang maksimal,” terangnya.

Rencananya, produk Coklat dan Kopi Muria berbasis rempah tersebut akan dirilis sebagai produk baru SMK Duta Karya Kudus pada tahun 2022.

Sementara dalam proses pembuatannya, produk tersebut ikombinasikan dengan berbagai rempah seperti jahe serta empah-rempah lainnya.

Baca juga:  Kimbab dan Sushi Warnai Kulineran Jepara

“Karena produk kami memang berbasis rempah. Maka itu, pembuatannya juga melibatkan rempah-rempahan. Saat ini masih dalam proses pengembangan,” ucapnya.

Faruq juga menerangkan bahwa ide pembuatan produk tersebut bermula dari melihat kondisi serta situasi masyarakat Kudus yang menjadikan kopi sebagai bagian dari gaya hidup. Selain itu juga karena meningkatnya peminat wedang rempah.

“Kita kan berada di lembaga sekolah, jadi prioritasnya berbeda, serta pembagian waktu para pelajar cukup susah. Kalau untuk industri kan bisa fokus produksi jadi lebih cepat,” pungkasnya. (cr1/mg2)