Oleh: Asih Nurhayati, S.Pd
SMP N 7 Pemalang
PENDIDIKAN karakter adalah suatu sistim pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik. Di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut (Detikedu).
Norma seringkali dianggap menjadi faktor penting terciptanya kehidupan yang harmonis. Menurut Syafiq A. Mughni (2007:18), Norma adalah “Kaidah atau aturan yang disepakati oleh setiap anggota masyarakat yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku dalam hidup bersama.
Sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, kita harus memperispkan diri sebaik mungkin. Salah satunya dengan mempelajari norma dan melaskanakannya, agar membudaya sampai generasi-generasi berikutnya.
Menurut Syafiq A. Mughni, setiap masyarakat biasanya memiliki norma-norma yang sama. Tetapi dalam hal-hal khusus mungkin saja berbeda antara satu masyarakat, komunitas dan kelompok satu dengan lainnya. Norma harus dibudayakan dalam diri setiap masyarakat sedini mungkin. Salah satu media dan tempat yang dinilai efektif adalah sekolah.
Pendidikan karakter yang berkaitan dengan norma di dalam pembelajaran PP (pendidikan Pancasila) atau PPKn (pendidikan pancasila dan kewarganegaraan), sudah diajarkan pada siswa (peserta didik) dimulai dari kelas 7 (VII). Sehingga peserta didik sudah melekat jiwa dan kepribadiannya dalam menerapkan norma-norma yang dipelajari dan dipraktekkan di sekolah dan masyarakat sekitarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, norma ialah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Di kehidupan masyarakat, norma bisa berupa aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Norma tertulis biasanya dirumuskan khusus secara bersama-sama oleh beberapa orang yang mewakili masyarakat dalam suatu waktu tertentu. Peraturan sekolah umumnya merupakan norma tertulis. Sedangkan norma tidak tertulis tidak selalu dirumuskan secara khusus, melainkan juga dapat berkembang dari kebiasaan bersama.
Menurut ahli ilmu sosial Soerjono Soekanto, pembuatan norma adalah agar hubungan di dalam suatu masyarakat dapat berjalan seperti yang diharapkan. Begitu pentingnya norma bagi masyarakat, maka norma perlu dibudayakan sejak dini. Salah satu cara membudayakannya adalah dengan memberlakukan sanksi.
Namun kenyataanya, di dalam kehidupan bermasyarakat, banyak kita jumpai peraturan dan pelanggaran yang dikerjakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan pun pelanggaran norma banyak kita jumpai di sekolah-sekolah. Adapun pelanggaran mereka disesuaikan dengan tingkat pendidikannya. Untuk siswa yang tingkat SD, bentuk pelanggarannya masih relatif ringan. Misalnya usil pada temannya, bercanda yang kelewatan, dan lain-lain.
Tetapi untuk pelanggaran tingkat SMP dan SMA sudah agak berbeda dengan pelanggaran anak usia SD. Pelanggaran mereka misalnya adalah kenakalan remaja, latihan merokok, begadang dengan bergerombol di suatu tempat sampai larut malam, dan lain-lain. Hal itu dilakukan karena mereka punya prinsip sendiri ataupun dapat pengaruh dari teman yang negatif.
Masa pandemi sudah melanda di negeri ini sangat berdampak negatif terhadap dunia pendidikan. Dimana-mana anak sekolah sudah menunjukkan kurangnya minat belajar akibat pendidikan yang melalui daring dan luring. Semua aturan dibuat untuk membatasi gerak-gerik bagi semua siswa, guru, karyawan, pejabat kantoran dan masyarakat sekitarnya. Jika tidak mematuhi aturan yang dibuat saat itu, akan mendapatkan sanksi teguran, ancaman.
Setelah terjadi pandemi covid-19, pemerintah mengeluarkan peraturan agar semua orang selalu menggunakan masker penutup hidung dan mulut saat diluar rumah. Selain itu juga menjaga jarak antar sesama. Aturan tersebut juga merupakan norma untuk memberi petunjuk masyarakat agar sehat dan terhindar dari virus. Semua tidak lepas dari norma. (*)