Pentingnya Akademisi Meneliti Manuskrip Kuno

Dosen Departemen Sejarah FIB Undip Dr Siti Maziyah
Dosen Departemen Sejarah FIB Undip Dr Siti Maziyah. (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Dr Siti Maziyah mengungkapkan, peran akademisi dalam meneliti manuskrip kuno di era digitalisasi ini sangat penting. Menurutnya, dengan melakukan penelitian, setidaknya akademisi dapat mengetahui isi manuskrip itu, baik dari sisi kegunaannya, hingga tujuan digunakan seperti apa.

“Sangat penting akademisi untuk meneliti itu (manuskrip, red). Karena dari satu manuskrip ada kisah yang tersirat dan tersurat,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, Selasa (15/8).

Selain mengetahui isi dari manuskrip, dirinya yang juga sebagai peneliti harus dapat menyosialisasikannya kepada masyarakat, minimal dalam bentuk artikel. “Itu adalah salah satu cara untuk memelihara manuskrip. Jadi dengan adanya penulisan ini, diharapkan semua bisa membaca tulisan aksara pada masa lalu,” jelasnya.

Dengan begitu, manuskrip dapat diperkuat oleh para ahli dengan melakukan kajian lebih mendetail. Sehingga makna yang terkandung dalam manuskrip dapat diketahui.

“Kadang ada naskah yang dikeramatkan dan yang sudah dimiliki oleh masyarakat lokal. Kita harus melakukan pendekatan khusus untuk bisa meminjamnya. Baru kemudian di-scan dan kami lakukan alih media, sehingga bisa kami kaji dalam bentuk soft file lalu dapat dimanfaatkan oleh orang banyak,” terangnya.

Tak hanya itu, dirinya juga menjelaskan bahwa naskah yang dikeramatkan jarang dapat dibuka, lantaran tekstur manuskrip yang sudah lengket sehingga, bisa dipastikan rapuh. Hal itu menjadi salah satu kesulitannya dalam mengkaji manuskrip kuno.

“Pernah waktu itu saya kaji manuskrip dalam aksara Arab tentang Kyai Sholeh Darat. Dari ceritanya, beliau sangat memperhatikan perempuan, khususnya aturan-aturan haid. Bisa dibilang dia orang pertama yang menerjemahkan Al-Quran ke bahasa lokal atas permintaan RA Kartini,” ujarnya.

Alasan Kyai Sholeh Darat menerjemahkan Al-Quran ke bahasa lokal disebabkan karena pada jaman penjajahan Belanda, umat Islam tidak diperbolehkan menulis aksara latin. “Lalu akhirnya para Kyai kemudian menciptakan arab gundul itu untuk dipelajari lebih dalam kepada masyarakat lokal di ilmu keislaman,” tutupnya. (cr7/abd)