Gangguan Kecemasan Masih Banyak Dialami Masyarakat

Psikolog UPTD PPA DP3A Kota Semarang, Iis Amalia
Psikolog UPTD PPA DP3A Kota Semarang, Iis Amalia. (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Hingga saat ini, gangguan kesehatan mental seperti kecemasan masih banyak dialami oleh masyarakat Kota Atlas. Hal tersebut diungkapkan oleh Psikolog Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Iis Amalia

Ia menjelaskan, gangguan kecemasan memiliki beragam jenis. Seperti gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD), depresi, self harm. Kemudian keinginan bunuh diri, anxiety, panic attack, fobia, dan masih banyak lagi.

“Gangguan kecemasan paling banyak karena dampak traumatis karena dampak dari kekerasan berbagai macam. Selain itu ada juga gangguan yang dirinya merasa sakit fisik tapi waktu diperiksain tidak ada apa-apa. Dan memang penyakit itu psikis yang dialami korban di DP3A,” ucapnya saat dihubungi Joglo Jateng, belum lama ini.

Baca juga:  Jaga Pola Asuh Anak melalui Parenting Ayah

Berdasarkan data dari DP3A dari awal Januari hingga 10 Oktober 2023, rentang usia orang yang paling banyak melakukan konseling antara lain 25 hingga 44 tahun dengan jumlah 59 orang. Kemudian usia 13-18 tahun dengan jumlah 37 orang, dan usia 6-12 tahun dengan jumlah 37 orang.

Iis menjelaskan, gangguan kecemasan dipicu oleh ketidakpercayaan seseorang terhadap dirinya sendiri, atau juga bisa setelah melihat sesuatu yang tidak pantas dilihat. Seperti sengaja diperlihatkan kemaluan laki-laki.

“Ketakutan itu akan muncul dan ia lampiaskan seperti cuci tangan berulang kali, takut melihat korek api contohnya. Tapi pada dasarnya dampak mental itu berbeda-beda pada setiap orang,” jelasnya.

Baca juga:  Dorong Pemberdayaan Siswa untuk Cegah Kekerasan di Sekolah

Ia menambahkan, kekerasan seksual (KS) banyak menimbulkan dampak psikis pada korban. Akibatnya, pemulihan mental harus dilakukan dalam waktu yang sangat lama, lantaran trauma yang dialami cukup mendalam.

“Banyak ketakutan yang dialami oleh si korban atau pasien seperti takut putus cinta, takut ditolak, dan masih banyak lagi,” ungkapnya.

Menurutnya, semua manusia tetap rentan dengan kesehatan mental. Terutama pada Generasi Z yang sudah mengenal teknologi informasi. Sehingga ada kemungkinan besar mereka mendiagnosis kesehatan mental sendiri dari pengetahuan yang didapat dari media sosial.

“Sehingga yang terjadi mereka tidak berusaha mencari ahli untuk sembuh tapi beberapa untuk memvalidasi dan meromantisasi. Kemudian enggan sembuh,” katanya.

Baca juga:  Dorong Pemberdayaan Siswa untuk Cegah Kekerasan di Sekolah

Ia berpesan kepada masyarakat untuk tidak ragu untuk datang ke konseling untuk meminta pertolongan dari psikolog, konselor, maupun psikiater jika merasa kondisi mentalnya kurang baik. Dengan begitu, masyarakat bisa sembuh dan bisa menjalankan aktivitas sehari hari dengan baik. (cr7/mg4)