Dinkes Pemalang Ajak Masyarakat Bersinergi Tangani Kasus Pasung

Kepala Dinkes Pemalang Yulies Nuraya
Kepala Dinkes Pemalang Yulies Nuraya. (UFAN FAUDHIL/JOGLO JATENG)

PEMALANG, Joglo Jateng – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pemalang mengonfirmasi 9 kasus pasung yang terjadi di wilayah setempat. Dalam penanganannya, Dinkes mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bisa bersama-sama bersinergi dan merangkul pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di lingkungan mereka, sehingga dapat mempunyai kepercayaan diri dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.

Kepala Dinkes Pemalang Yulies Nuraya menjelaskan, pasung memiliki beberapa kriteria. Dalam hal ini, bukan hanya perlakuan pasien ODGJ dengan diikat bagian tangan atau kaki menggunakan kayu saja, tetapi penguncian pasien di kamar, ikat rantai namun masih bisa bebas dan pengekangan lainnya yang membuat gerak bebas seseorang terbatas.

Baca juga:  2 Bulan, 526 ODGJ Ditemukan Terlantar

“Pengertian pasung itu bukan sekedar kaki tangan atau leher diikat, tetapi semua bentuk pengekangan pasien yang dilakukan untuk membatasi gerak mereka. Padahal cara merawat pasien itu bukan seperti itu, tetapi masyarakat masih melakukannya karena belum paham tata cara penanganannya,” ucapnya.

Ia menuturkan, perlakuan pemasungan di Pemalang hanya pembatasan ruang gerak dengan pengurungan di kamar ataupun pengikatan kaki ke rantai. Di mana kebanyakan keluarga pasien telah melakukan beberapa pengobatan, namun belum mendapatkan hasil, sehingga terpaksa melakukan hal tersebut.

Walaupun begitu, pihaknya telah mengirimkan tenaga kesehatan (nakes) untuk dapat memberikan penanganan kesehatan. Tugas mereka memberikan bimbingan bukan hanya untuk pasien, namun juga keluarganya agar bisa memperlakukan pasien secara manusiawi dan tidak mengekangnya. Langkah tersebut diambil agar kasus pasung di Pemalang dapat berkurang dan terbebas dari kasus tersebut.

Baca juga:  Dinkes & MSI Pemalang Bersinergi Tangani TBC

“Kita pelan-pelan dampingi masyarakat agar bisa memberikan kebebasan untuk para pasien, karena mereka juga punya hak yang sama untuk kebebasan. Penanganan medis yang teratur ia memastikan pasien dapat sembuh dan beraktivitas seperti biasa kembali, dengan catatan masyarakat serta keluarga bisa menerima kembali mereka,” paparnya. (fan/abd)