SEMARANG, Joglo Jateng – Perayaan Cap Go Meh telah dirayakan oleh masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Pecinan dengan meriah. Dalam hal ini, Ketua Panitia Imlek Klenteng Tay Kak Sie, Sianti mengungkapkan, visi diadakannya tradisi tradisi tersebut adalah untuk menjaga kebersamaan antar etnis lainnya.
“Kita visinya kebersamaan, kita doakan semua warga Indonesia aman, tentram, dan maju. Jadi kita semua isinya doa-doa setiap tahun sama. Doanya tidak ada hubungan sama politik,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, belum lama ini.
Adapun ritual Cap Go Meh yang dilakukan oleh etnis Tionghoa selain sembayang, biasanya mereka menyajikan berbagai macam buah dengan jumlah kelipatan tiga. Yang wajib ada antara lain apel yang bermakna keselamatan, jeruk untuk rezeki, pir berarti kelancaran, dan nanas yang melambangkan kemakmuran.
Menurutnya, makna dari perayaan Cap Go Meh merupakan akhir dari masa Imlek. Semangat ini pun akan dibawa sepanjang tahun supaya masyarakat etnis Tionghoa diberi banyak rezeki dan kesehatan.
“Kita mengharapkan masyarakat Kota Semarang ini dapat menikmati kebiasaan-kebiasaan yang sangat baik ini, ada bagi-bagi angpao. Lalu masyarakat bisa mengenal lebih dalam dan maksud dari Imlek ini supaya dalam pembaurannya lebih bagus dengan segala macam peristiwa. Seperti lontong opor Cap Go Meh, wedang ronde, kue keranjang, semua bisa untuk melengketkan (kebersamaan, Red.),” paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso mengaku bersyukur. Meski tahun ini masih dalam suasana politik, perayaan Cap Go Meh ini tetap berjalan lancar walau konsepnya sederhana.
“Mereka ikut menjaga kondusifitas di Kota Semarang dan ini merupakan salah satu bukti warga Kota Semarang dalam akulturasi budaya. Yang cukup jauh terlihat jelas yaitu ciri khas perayaannya dengan suguhan kuliner lontong capgomeh yang hanya ada di Kota Semarang,” katanya.
Lebih lanjut, ia menerangkan, lontong Cap Go Meh merupakan kuliner yang memadukan antara budaya Jawa dan Tionghoa. Diketahui, makanan ini hanya muncul pada saat perayaan Cap Go Meh dan hanya ada di Kota Semarang saja.
“Ini membuktikan toleransi dan akulturasi budaya yang ada selama ini sangat terjaga di Kota Semarang. Setiap perayaan Cap Go Meh pasti ada makanan ini. Semua warga Semarang pasti mencari ini. Dan hebatnya perayaan ini dirayakan tidak hanya etnis Tionghoa saja tapi juga etnis lainnya seperti Jawa,” pungkasnya. (int/adf)