MAGELANG – Harga komoditas buah salak Nglumut di Kecamatan Srumbung mengalami kenaikan yang pesat beberapa waktu lalu. Melejitnya harga ini diakibatkan musim panas kemarau membuat produktifiitas salak tidak maksimal.
Pada hari biasanya harga salak pondok atau Nglumut hanya di kisaran Rp 3000 sampai 5000 per kilogram tergantung kualitas dan besar kecilnya. Namun saat ini harganya sampai Rp 7000 per kilo.
Salah seorang petani salak setempat, Jumali mengatakan berkurangnya hasil panen itu tentu membuat harga beli di tingkat petani melambung. Lalu, tanaman salak memiliki karakter butuh air namun tidak tergantung air. Kondisi di musim kemarau proses pengairan menjadi kunci stabilnya hasil panen salak.
“Saat ini buah salak panen sedikit. Harganya jadi lumayan tinggi,” ujarnya.
Sementara itu dari Kelompok Tani Ngudi Luhur Dusun Jrakah pasokan buah salak organik untuk ekspor masih stabil. Seperti halnya harga buah salak lain, kelompok tani di lereng Merapi ini juga membeli buah salak petaninya dengan harga tinggi.
Buah salak eksport ini kenaikannya cukup signifikan dari kisaran Rp 5000 menjadi 9000 perkilogramnya.
“Kita mengikuti harga pasaran yang naik, tapi kualitasnya tetap terjaga,” kata pengurus Kelompok Tani Ngudi Luhur Jrakah Agus Pairo.
Selain menjadi berkah para petani, kenaikan harga beli salak ini juga menjadi tantangan bagi pengurus kelompok tani untuk mempertahankan volume eksport. Dalam satu pekan kelompok tani ini harus menyediakan buah salak minimal 2 ton dengan kuakitas bagus.
Sementara saat ini cuaca telah berpengaruh terhadap produktifitas tanaman salak. Selain berkurangnya hasil panen buah salak akibat cuaca, serangan hama tikus juga menjadi pemicu menurunnya kualitas buah salak.
“Hama menyebabkan salak cepat busuk serta berkurang. Belum lagi cuaca panas dan kadang hujan buah rontok,” papar Agus.
Meski demikian, jika kelompok taninya mampu bertahan mempertahankan pasokan buah salak untuk eksport. Hal itu terbukti sudah lebih dari 12 tahun kelompok tani Ngudi Luhur melakukan eksport ke Tiongkok dan Malaysia.
Kondisi pandemi Coviid-19 juga tidak berpengaruh terhadap eksport buah eksotik khas Kabupaten Magelang ini.(hms/akh)
