REMBANG, Joglo Jateng – Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah tak lepas dari campur tangan para ulama. Hal itu dikatakan oleh Mashadi (84), saat ditemui di rumahnya di Desa Pamotan, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang, belum lama ini.
Menurutnya, ulama Desa Pamotan dan para santri di sana pernah menghadang pasukan Belanda di Genuk, Semarang. “Kiai sak santrine mapak Londo ning Nggenuk mlaku. Adohe ra karuan. Pemerintah nek ora direwangi kiai ora dadi. (Kiai beserta santrinya menjemput Belanda di Nggenuk. Walaupun sangat jauh. Pemerintah kalau tidak dibantu kiai nggak akan bisa berkutik.)” ujarnya.
Dia bercerita, sebelum merdeka, sempat ada perang di udara. Bom dijatuhkan di berbagai tempat. Jembatan dirubuhkan sehingga masyarakat tidak bisa berhubungan dengan daerah lain.
Oleh karena itu, semua warga diperintahkan untuk membangun lubang bawah tanah. Begitu ada kentongan dibunyikan, semua orang masuk ke lubang tersebut.
Menurutnya, lubang tersebut tidak boleh digali didalam rumah, sebab dikhawatirkn rumah-rumah mereka terbakar karena bom. Semua orang nurut dengan instruksi itu. Begitu perang yang memakan waktu ber jam-jam itu selesai, dengan aba-aba tertentu, semua orang yang bersembunyi baru berani keluar.
Mashadi melanjutkan, walaupun Indonesia sudah merdeka, namun Belanda masih mengusai perekonomian saat itu. Dibandingkan dengan sebelum merdeka, pasca kemerdekaan masyarakat lebih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dia juga menceritakan adanya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin Arif Syarifudin saat itu sangat kejem pasca kemerdekaan. Menurutnya saat itu musuh PKI bukan pemerintah, tapi kiai.
Dia juga menceritakan adanya orgnisasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang berada di bawah naungan Partai Masyumi. Mashadi termasuk salah satu pemuda yang tergbung dalam organisasi tersebut.
“Mbien aku dadi siswa, digembleng ning GPII isih cilik. Diasuh Wakhid Suyoso, mbek Abdul Fatah saka Suroboyo. Aku kelas 3 SD. Nalika iku sakwise merdeka. (Dulu aku menjadi siswa ajaran GPII saat masih kecil. Diasuh oleh Wakhid Suyoso, dan Abdul Fatah dari Surabaya. Aku kelas 3 SD. Waktu itu setelah kemerdekaan.),” pungkasnya. (zul/fat)