Demak  

Shohib: Modal Bambu Runcing Kok Berani

Veteran pejuang Demak, Shohib
Veteran pejuang Demak, Shohib. (AJI YOGA / JOGLO JATENG)

DEMAK, Joglo Jateng – Shohib (92), seorang veteran perang yang turut berjuang pada pertempuran di Mranggen. Saat itu ia bergabung dalam kesatuan Hisbullah yang dipimpin K.H Letnan Kolonel Basuni yang bermarkas di Kawedanan Mranggen.

Shohib ditempatkan pada posisi PHB (perhubungan), karena pada awal dia bergabung dalam pasukan pejuang kemerdekaan, Shohib baru berusia 16 tahun.

“Saya bergabung menjadi pejuang mulai bulan Desember Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1948 kurang lebih 3 tahunan. Saat pertama kali bergabung menjadi pasukan perang, waktu itu saya masih berumur 16 tahun dan dianggap masih kecil,” katanya saat ditemui di kediamannya, belum lama ini.

Ia menjelaskan, posisi PHB bertugas sebagai penghubung antara pasukan perang dan pemimpin. “Saya yang menggetahui maju mundur pasukan. Artinya kapan pasukan tersebut siap perang dan kapan pasukan tersebut harus mundur melawan penjajah,” ujarnya.

Shohib masih ingat betul, kala itu Mranggen dalam keadaan genting akan menghadapi perang dengan Bangsa Belanda. Rumah penduduk dibakar, granat meledak dimana-mana, gudang senjata di bom.

“Saya berfikir saat itu musuh mulai melakukan gencatan senjata. Tapi saat kita melihat di lokasi ternyata gudang senjata sudah terbakar. Pasti salah satunya ada mata-mata yang menyelinap dalam kelompok kami,” ungkapnya.

Ia mengaku, tidak merasa takut saat menjadi pejuang. Karena dirinya merasa tidak ada lagi tempat untuk pulang. Rumahnya yang berada di Semarang sudah dibakar. “Saya ke Demak untuk ngungsi, karena waktu itu Semarang kacau. Begitu saya tahu rumah bapak saya dibakar Belanda, akhirnya saya memutuskan masuk perjuangan,” tandasnya.

Di usianya yang cukup, beliau untuk maju menjadi pejuang. Tidak ada rasa takut dalam hati Shohib untuk merebut bumi pertiwi. Meskipun menjadi seorang pejuang tidak di bayar, hanya di beri makan, asrama dan uang saku (kadang-kadang) dengan jumlah kecil. Dalam hati Shohib tetap semangat demi kemerdekaan.

Shohib sempat bercerita, sebelum masuk sebagai pejuang di kesatuan Hisbullah. Shohib sudah ikut dalam pertempuran 5 hari di Semarang pada tanggal 15 Oktober 1945.

“Jika mengingat jaman dulu saya ingin menangis, dengan bermodalkan bambu runcing kok berani. Bahkan Indonesia disiarkan paling hebat menghadapi Sekutu, Jepang, Belanda dengan bambu runcing, orang luar negeri pun mengakui,” tuturnya.

Setelah keluar dari dunia militer Shohib memutuskan untuk menjadi petani, “Karena background orang tua saya juga petani. Kedua orang tua saya menyuruh berhenti dari militer dan fokus bertani saja,” jelasnya.

Di usia senjanya saat ini, Shohib sangat bersyukur karena pemerintah tetap memberikan tunjangan sebesar Rp 2.688.000 per bulan. Selain itu Presiden SBY juga pernah memberikan uang kehormatan sebesar Rp 250.000 per bulan selama 5 tahun, dengan total keseluruhan Rp. 15 juta.

“Alhamdulillah sekali saya, berarti pemerintah masih ingat dengan orang-orang seperti saya, saya terus berdoa dan bersyukur sekali. Saya tidak di abaikan oleh pemeritah, pemerintah masih memikirkan orang-orang perjuangan. Sehingga saya dapat menghidupi 8 anak saya sampai kuliah dan sekarang sudah menikah semua,” terangnya.

Ia berpesan untuk generasi muda sekarang, agar lebih berhati-hati dalam bergaul dan tetap waspada. Model penjajahan sekarang dan zaman dahulu sudah berbeda.

“Di jaman yang lebih maju, generasi muda harus lebih hati-hati. Karena menghadapi anak sekarang kalau orang tuannya tidak waspada akan terpengaruh pergaulan bebas  seperti narkoba. Generasi sekarang jangan sampai kalah dengan lingkungan yang tidak baik. Penjahan sekarang itu lebih komplek,” paparnya. (cr3/gih)