GROBOGAN – Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mewanti-wanti pentingnya kemandirian organisasi saat memberikan sambutan pembukaan Konferensi Cabang (Konfercab) Nahdlatul Ulama (NU) Grobogan di PP Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Sabtu (29/1) pagi.
Menurutnya, NU sebagai organisasi keagamaan harus memiliki kemandirian dalam menjalankan amanat organisasi. Sebab, jika NU berada di bawah bayang-bayang pemerintah, politisi atau pengusaha, maka NU akan hancur.
“Kalau tidak memiliki kemandirian, maka fan-tadziris-sa’ah (tunggulah saat kehancurannya,-red),” tegasnya.
Mbah Ubaid, demikian ia bisa disapa juga menerangkan bahwa Indonesia secara maknawi sudah sesuai dengan konsep khilafah dalam perspektif ilmu fiqh islam. Dia lantas menjelaskan, umara’ atau khalifah memiliki tanggungjawab untuk melestarikan agama yang dalam konteks pemerintahan, Negara Indonesia jelas memiliki menteri dan organisasi perangkat kerja yang mengurusi agama.
Tugas khalifah selanjutnya, kata Mbah Ubaid, adalah mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Dalam hal ini ia jelaskan pemerintah harus memanfaatkan SDM yang ada untuk mengelola SDA bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Untuk mencapai kemakmuran, pemerintah juga memiliki menteri dan organisasi perangkat kerja yang mengurusi kesehatan, pertanian, perekonomian, sosial dan sebagainya. Oleh karena itu dia menilai jika ada pihak atau golongan yang gencar meneriakkan khilafah sebagai sistem yang tepat bagi negara Indonesia, maka hal itu tidak lebih dari upaya makar, “Namanya kudeta dari khilafah satu ke khilafah yang lain,” tukasnya.
Kiai yang selalu tampil sederhana dan tidak sungkan berinteraksi dengan generasi muda NU ini juga menerangkan ulama sebagaimana yang dimaksud oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Ulama sebagai pewaris para nabi adalah seseorang yang memiliki pemahaman yang luas, baik dalam hal sosial, politik, ekonomi, dan utamanya agama.
Namun demikian, jika para kiai dalam perkembangan zaman saat ini tidak memiliki keterampilan berorganisasi atau berpolitik, maka dia meminta kader muda NU yang kompeten di bidang administrasi negara, politik, ekonomi dan sebagainya untuk membantu mengelola organisasi NU, “Kita tarik untuk bersama di dalam NU,” ajaknya.
Kiai pengasuh PP Al-Itqoon Bugen, Tlogosari Wetan, Pedurungan, Kota Semarang ini juga mengingatkan pentingnya sifat zuhud dan sabar ketika tidak mahir dalam urusan duniawi, “Kalau belum purna dalam ekonomi, setidaknya kita punya sifat zuhud dan kesabaran,” tuturnya.
Sementara Ketua PCNU Grobogan H Abu Mansur mengatakan NU sebagai organisasi keagamaan memiliki toleransi terhadap budaya lokal atau memiliki wawasan kultural sehingga tidak bersinggungan dengan umat agama lain atau penganut penghayat kepercayaan, “NU memunculkan wajah Islam yang paham keindonesiaan, islam yang moderat,” ujarnya.
Sementara, Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin KH Muhammad Shofil Al-Mubarok selaku tuan rumah menyampaikan terima kasih atas kepercayaan PCNU Grobogan yang telah memberikan kesempatan kepada pesantren untuk berkhidmah sebagai tuan rumah setelah 24 tahun lalu Konfercab NU Grobogan tahun 1998.
Sebab, menurutnya, kehadiran para kiai diharapkan memberikan berkah bagi pesantren dan masyarakat sekitar. Dia pun meminta agar Konfercab berlangsung dengan damai, “Kita adalah kaum yang tidak pernah berselisih, andaikan ada perbedaan itu biasa. Semuanya menjadi rahmah,” harapnya. (*)