YOGYAKARTA, Joglo Jogja – Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar pameran Abhinaya Karya 2022 di Museum Sonobudoyo pada, Rabu (28/9). Pameran itu menampilkan tentang tata nilai Budaya Yogyakarta di museum, agar masyarakat mengetahui rekam jejak maupun naskah dari kehidupan masa lalu.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi Pratiwi menyebutkan, substansi pameran yaitu mengangkat naskah-naskah lama koleksi dari Museum Sonobudoyo. Sejak mulai Java Institute sampai sekarang, dengan sumber ilmu pengetahuan
“Sebenarnya masih perlu dieksplorasi untuk mengetahui apa isinya, lalu dinarasikan sebagai bagian dari nilai-nilai yang menjadi satu pengenalan pengetahuan masyarakat. Kemudian kedua, pengetahuan itu mampu diterjemahkan untuk kebutuhan kita sekarang,” terangnya saat diwawancarai Joglo Jogja di Museum.
Menurutnya, untuk sampai tahap ini memang butuh waktu yang panjang. Tetapi, pengetahuan ini menjadi pilihan, karena memang inilah hal yang diperlukan saat ini. Mengingat, arus globalisasi pada masyarakat sekarang.
“Makanya kita menengok kembali pergerakan ilmu pengetahuan, seperti apa. Sebenarnya cukup banyak tersimpan dan luar biasa, khusus di Museum Sonobudoyo dengan perpustakaannya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengupayakan untuk melakukan akreditasi perpustakaan, yang selama ini cukup banyak menyimpan naskah-naskah kuno. Mulai dari kesehatan bahkan sampai infrastruktur, hingga cara hidup masyarakat DIY masa lalu.
“Dari ujung sana sampai sini, semua sumber ilmu pengetahuan, tersaji dalam berbagai wujud, seperti prasasti batu dan naskah-naskah kuno. Itulah yang kita upayakan dari tahun ke tahun. Pameran hanya salah satu bentuk media, sehingga masyarakat lebih mudah menangkap dan mengapresiasi. Dan kajian-kajian menjadi bagian penting yang akan ditayangkan,” paparnya.
Selanjutnya, ia menyampaikan, upaya lainnya ialah fasilitas digitalisasi. Menurutnya, sekarang wajib untuk semua proses penggalian dan eksplorasi. Kemudian juga ada pilihan transliterasi, jadi alih aksara dan bahasa. Sehingga dari aksara jawa kuno yang kemudian dialihaksarakan dan ailhbahasakan agar lebih mudah dipahami.
“Saat kita melihat prasasti yang tidak dipahami, nanti akan diterjemahkan. Jadi nanti akan tertulis tanggal, dan bulan saat prasasti dibuat. Nah, nanti kita sesuaikan dengan tahun sekarang. Sehingga nanti akan ketahuan isinya. Nantinya kita akan tahu sistem sosial masyarakat saat itu seperti apa,” imbuhnya. (ziz/all)