MEWIRU jarik merupakan salah satu budaya Jawa yang harus dilestarikan. Hasil jarik yang sudah diwiru biasanya digunakan untuk orang-orang Jawa yang memakai tapih. Selain itu, juga biasa digunakan orang yang menikah dengan adat Jawa sebagai pasangan dari kebaya.
Sebagai wujud kepedulian terhadap budaya, generasi muda hendaknya turut melestarikan budaya itu, agar tetap terjaga dengan ikut serta berlatih mewiru. Karena sejatinya, mewiru jarik tidak boleh dilipat dengan sembarangan. Hal itu, karena terdapat beberapa ketentuan untuk jarik laki-laki dan perempuan.
Untuk jarik laki-laki, besar lipatannya sebesar tiga jari dan menghadap ke kanan. Sedangkan besar lipatan untuk jarik perempuan sebesar dua jari. Jumlah lipatannya sama-sama ganjil.
Generasi muda saat ini perlu dilatih untuk mengenal kebudayaan Jawa seperti mewiru. Banyak anak-anak muda yang tidak mengetahui bagaimana cara mewiru. Maka dari itu, perlu anak muda mengetahuinya. Karena, apabila tidak dikenalkan sejak saat ini, lama kelamaan kebudayaan akan punah.
Dalam menunjang hal itu, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Sleman, mendorong peserta didiknya agar memahami kebudayaan. Siswa MAN 1 Sleman diberi pendidikan mengenai materi busana Jawa yaitu mewiru jarik. Dalam kegiatan materi busana Jawa, para peserta didik belajar mengenai Busana Jawa, khusunya Gagrak Ngayogyakarta.
Kepala MAN 1 Sleman Anis Syafa’at mengatakan, kegiatan itu merupakan pertemuan kedua materi Busana Jawa di kelas 11 MIPA. Dalam pengajarannya, terdapat materi tentang tata cara menggunakan busana adat sekaligus mengenali busana adat Gagrak Ngayogyakarta.
“Dalam hal ini, para peserta didik tak hanya belajar mengenal busana Jawa saja. Akan tetapi para peserta didik juga mendapatkan praktek secara langsung mengenai busana Jawa,” terangnya, Selasa (1/8/23).
Anis menambahkan, siswanya diajarkan untuk Wiru Jarik atau seni melipat-liipat pinggiran kain jarik secara vertikal sepanjang pinggul hingga kaki. Kegiatan itu, bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga siswa dengan budaya daerah.
Sementara itu, guru bahasa Jawa MAN 1 Sleman Beny Naziro Annas menuturkan, dalam kegiatan wiru tersebut peserta didik juga mendapatkan ilmu kesabaran. Seperti ketekunan dan hati-hati dalam seni melipat jarik.
“Seperti yang diajarkan orang Jawa bahwa dadi wong Jawa kuwi kudu seng setiti lan ngati-ati. (Menjadi orang Jawa itu selalu memperhitungkan mengenai ketelitian dan ke hati-hatian, Red.),” katanya.
Menurut Beny, dari kegiatan wiru itu, para siswa bisa mendapatkan pelajaran dan pengalaman yang berharga. Tak hanya itu, kegiatan tersebut juga bisa menjadi media untuk anak bisa berlatih kesabaran dan ketelitian di era zaman yang semakin maju dan modern.
“Kami berharap, semoga praktek wiru jarik ini juga bisa menjadi daya tarik estafet ilmu ke masyarakat luas dan budaya tetap bisa beriringan dengan pesatnya zaman,” pungkasnya. (bam/mg4)