KOTA, Joglo Jogja – Ikatan Profesi Optometris Indonesia (Iropin) Indonesia menggelar pertemuan tingkat nasional, sekaligus pemecahan Rekor Muri dengan memberikan donasi 50.000 kacamata yang digelar di Hotel Tentrem Jogja, Jumat (22/9) lalu. Sekaligus, sudah disalurkan kepada 17.000 orang, dengan menyasar anak usia sekolah.
Pemecahan Rekor Muri ini didukung oleh Onesight EssilorLuxottica Foundation yang dihadiri oleh Director, Sustainable Programming for Indonesia Rio Reinaldo Siagian dan Country Manager EssilorLuxottica Indonesia Peter Tan.
Ketua Umum Iropin, Nova Joko Pamungkas mengungkapkan, tren peningkatan penyakit gangguan penglihatan pada anak, terutama dalam dua tahun terakhir ini. Dimungkinkan hal ini dipengaruhi adanya pembelajaran jarak jauh selama pandemi, sehingga banyak anak menggunakan gadget.
“Memang kalau data nasional secara khusus belum ada pembaruan, namun gangguan kelainan refraksi ini terjadi peningkatan, terakhir Riskesdas 2012 dengan prevalensi 24,7 persen. Terkini, di 2023 kami melakukan pengumpulan data secara mandiri dan menemukan perkiraan ada 35-40 persen anak usia sekolah mengalami gangguan ini,” ujarnya.
Pihaknya melanjutkan, data 35-40 persen itu dihasilkan melalui skrining dari 1.000 anak. Yang tercatat ada 350-400 anak yang mengalami gangguan refraksi dan membutuhkan kacamata.
“Sedangkan, dalam skrining dan pengumpulan data tersebut, kami sekaligus melakukan program pemecahan rekor Muri. Dengan memberikan 50.000 kacamata kepada masyarakat terutama usia anak,” ucapnya.
Menurutnya, selama ini banyak orang tua yang menganggap anaknya baik-baik saja masalah penglihatan. Namun, setelah skrining ternyata mengalami gangguan. Hal itu terlihat normal lantaran gangguan pada salah satu mata tertutupi dengan satunya masih normal.
“Tetapi saat diperiksa, satu per satu mata mereka ternyata banyak yang ditemukan kelainan refraksi. Memang anak terlihat normal saja dan banyak orang tua tidak menyadari hal ini,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Iropin, Kastam menyampaikan, data itu saat ini dilengkapi dan diserahkan ke Pusdatin Kemenkes sebagai pertimbangan menentukan kebijakan. Diharapkan, kedepannya ada kebijakan lebih lanjut terkait gangguan refraksi pada anak. Pasalnya, tentu dengan mata yang sehat akan memberikan dampak positif bagi pembangunan manusia.
“Perlu ada aturan dalam penanggunalangannya, dalam skema apa pun, misalnya dari jaminan kesehatan. Sekaligus, kebijakan optikal sebagai jejaring horisontal, agar bisa menekan gangguan penglihatan karena kebutaan diakibatkan kelainan refraksi,” paparnnya.
Sedangkan, Country Manager EssilorLuxottica Indonesia Peter Tan mengapresiasi, serta mendukung program tersebut. “Harapannya bisa mendukung dan membantu anak-anak untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik,” terangnya.(sam)