Petani Keluhkan Harga Tembakau Basah yang Tak Sesuai

PANEN: Proses panen tembakau yang dilakukan Wakil Bupati Bantul Joko Budi Purnomo bersama warga Dusun Jolosutro, Kalurahan Srimulyo, Kapanewon Piyungan, beberapa waktu lalu. (MUHAMMAD ABU YUSUF AL BAKRY/JOGLO JOGJA)

BANTUL, Joglo Jogja – Sejumlah petani tembakau di Dusun Jolosutro, Kalurahan Srimulyo, Kapanewon Piyungan, menghadapi tekanan harga jual tembakau yang stagnan. Saat ini, tembakau basah dihargai sekitar Rp 2.200 per kilogram, hanya naik Rp 200 dari tahun sebelumnya.

Ketua Kelompok Tani Murwat Jolosutro, Rusdiono menyampaikan, juga mengalami kekurangan debit air untuk tanaman tembakau di lahan mereka. Sehingga, akhirnya dialiri air dari sumur ladang.

“Harga jual tembakau basah hanya naik Rp 200, kami berharap harga per kilogramnya bisa mencapai lebih dari Rp 3 ribu. Sedangkan untuk kekurangan air, tanaman tembakau grompol membutuhkan banyak air, berbeda dengan tanaman tembakau lainnya,” ungkapnya.

Pihaknya mengaku, telah mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul untuk mengadakan sumur tambahan di lahan pertanian untuk mengatasi kekurangan air. Terutama ketika musim kemarau yang berkepanjangan seperti sekarang ini.

“Pengairan ini sangat penting karena musim tanam tembakau yang ideal adalah pada awal Juni, antara 1-5 Juni. Masa panen biasanya berlangsung pada akhir September,” imbuhnya.

Menurutnya, pada tahun lalu mengajukan bantuan untuk 30 hektar tanaman tembakau, namun hanya 18 hektar yang dapat diakses. Sedangkan di Kapanewon Piyungan sendiri memiliki banyak petani memiliki lahan sekitar 1-2 ribu meter persegi.

“Sehingga kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya pasokan air. Terutama ketika tanaman tembakau mulai ditanam sejak bulan Mei, yang mana sudah jarang hujan,” tandasnya.(cr11/sam)