BANYUMAS, Joglo Jateng – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penyelarasan Target Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2025-2045. Kegiatan itu dihadiri oleh perwakilan Bappeda kabupaten/kota eks Karesidenan Pekalongan di Banyumas, Senin (22/1/24). Rakor tersebut diselenggarakan lantaran RPJPD Tahun 2005-2025 akan segera berakhir.
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappeda Jateng saat ini sedang mempersiapkan rancangan awal RPJPD Tahun 2025-2045. Di mana RPJPD memuat visi, misi, dan arah pembangunan Provinsi Jateng yang pelaksanaannya didukung dari berbagai sektor pembangunan, termasuk sektor ekonomi.
Kepala Bappeda Jateng Harso Susilo melalui Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Jateng Bayu Lestanto Setyo Pranoto mengatakan, maksud dan tujuan rakor tersebut yaitu mendapatkan masukan kabupaten/kota tentang permasalahan. Kemudian isu strategis, arah kebijakan, untuk meningkatkan perekonomian Jateng di 2025-2045. Termasuk masukan tentang proyeksi indikator ekonomi Jateng beserta tahapannya.
“Acara ini juga membahas refleksi pembangunan Jateng Tahun 2005-2025. Perkembangan indikator makro kita (Jateng, Red.) tahun 2005-2025 rata-rata menunjukkan perbaikan, indikator pertumbuhan ekonomi, PDRB perkapita, IPM, dan Kemiskinan, yang menunjukkan perbaikan signifikan,” terangnya, Senin (22/1/24).
Ia menambahkan, Jateng kini berada pada posisi 4 besar dalam perekonomian nasional. Dengan kontribusi terhadap nasional sebesar 8,35 persen di Tahun 2000. Angka itu naik menjadi 8,97 persen pada 2022.
Pertumbuhan ekonomi Jateng, kata dia, masih tertinggal dibanding DKI Jakarta, Jatim, dan Jabar. Oleh sebab itu diperlukan terobosan baru untuk peningkatan perekonomian.
“Struktur ekonomi kita di Tahun 1975 didominasi oleh pertanian. Kemudian di Tahun 1992 terjadi transformasi ekonomi, di mana sektor industri mengalami kenaikan yang signifikan dan menjadi sektor unggulan mengalahkan pertanian. Pada 2022 sektor industri pengolahan berkontribusi 33,93 persen dari perekonomian dan didominasi oleh industri makanan dan minuman sebesar 14,82 persen. Selanjutnya yaitu sektor perdagangan yang berkontribusi 16,98 persen dan pertanian berkontribusi 13,53 persen,” papar Bayu.
Lanjutnya, jika disandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Jateng di triwulan III 2023, capaiannya masih diatas Jabar dan Jatim. Akan tetapi tertinggal jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, DIY, Banten, dan Nasional.
Ia menambahkan, untuk inflasi masih cukup terkendali, meskipun masih diatas DKI Jakarta, Jabar dan Nasional, dan dibawah Jatim, Banten, dan DIY. Tingkat pengangguran terbuka cukup rendah, jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, Jabar, Banten dan Nasional, namun masih tertinggal dari DIY dan Jatim.
“Sementara untuk nilai NTP, kita tertinggi dibanding provinsi lain, namun masih di bawah Nasional. Sementara itu kemiskinan Jateng masih relatif tinggi nomor dua setelah DIY. Begitu juga dengan nilai IPM kita, yang terendah dibandingkan Provinsi lain dan Nasional,” jelasnya.
Bayu mengatakan, jika melihat nilai PDRB (ADHK) kab/kota di Jateng, Kota Semarang, Cilacap dan Kudus merupakan tiga kab/kota dengan nilai tertinggi. Yaitu dengan share terhadap PDRB yang juga tertinggi. Sementara Kota Magelang memiliki nilai PDRB yang terendah dan share yang terendah terhadap PDRB Jateng.
Bayu menjelaskan, risiko global jangka menengah kedepan adalah risiko kegagalan climate action, cuaca ekstrem. Kemudian deglobalisasi, krisis lapangan pekerjaan, krisis utang, konfrontasi geoekonomi, risiko kegagalan cybersecurity, dan asset bubble burst.
Sementara isu pembangunan nasional jangka menengah 2025-2029 adalah dampak hilirisasi yang mulai terlihat positif bagi perekonomian, sinkronisasi kebijakan makro dan sektoral. Termasuk penerapan standar sustainability yang tinggi di level global, tantangan transisi energi, dan aging population negara maju. Sementara isu pembangunan jangka panjang adalah perlunya peningkatan produktivitas ekonomi.
“Proyeksi penduduk kita 2020-2050 oleh BPS dan Bappenas menunjukkan peningkatan. Akan tetapi yang patut diwaspadai adalah rasio ketergantungan penduduk yang terus meningkat, dari 43,16 persen di 2020, diproyeksikan naik menjadi 55,25 persen di Tahun 2050,” tegasnya.
Ada 4 tahapan transformasi ekonomi yang akan dilakukan. Pertama, pada 2025-2029 fokus pada Hilirisasi SDA serta penguatan riset inovasi dan produktivitas tenaga kerja, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7-5,9 persen. Kedua, pada 2030-2034 fokus pada peningkatan produktivitas secara masif dan perluasan sumber pertumbuhan ekonomi, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1-7,0 persen.
Selanjutnya, tahapan ketiga, pada 2035-2039 fokus pada Economic Power House yang terintegrasi dengan jaringan rantai global dan domestik, serta ekspor yang kokoh, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7,0-8,0 persen. Keempat, Tahun 2040-2045 fokus pada capaian menjadi negara berpendapatan tinggi, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8-7,1 persen.
“Berdasarkan timeline penyusunan RPJPD yang telah kita susun, maka sekarang ini adalah dalam tahapan ketiga, yaitu konsultansi ke Kemendagri. Selanjutnya akan dilaksanakan Musrenbang di Bulan Februari 2024, targetnya RPJPD akan disahkan menjadi Perda pada Bulan Agustus 2024,” ungkapnya.
Sementara ini, permasalahan pembangunan yang masih dirasakan adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu daya saing dan produktivitas perekonomian daerah yang belum optimal.
“Tahapan arah kebijakan RPJPD Jateng Tahun 2025-2045, pertama, Tahun 2025-2029 penguatan landasan transformasi. Kedua, Tahun 2030-2034 akselerasi transformasi. Ketiga, Tahun 2035-2039 pemantapan transformasi. Kemudian yang keempat, Tahun 2040-2045 perwujudan Jateng maju, mandiri, sejahtera, berbudaya, dan berkelanjutan,” tambahnya.
Bayu menegaskan, sasaran RPJPD 2025-2045 yaitu terwujudnya transformasi ekonomi, mantapnya infrastruktur berkualitas dan ramah lingkungan, serta terwujudnya ketahanan SDA, LH, dan bencana. Termasuk terwujudnya transformasi sosial, ketahanan budaya, dan transformasi tata kelola pemerintahan.
Berdasarkan Surat Edaran Bersama (SEB) Mendagri dan Bappenas Nomor 600.1/176/SJ dan Nomor 1 Tahun 2024, tentang Penyelarasan RPJPD dengan RPJPN Tahun 2025-2045, terdapat 45 target indikator utama dan 5 indikator sasaran visi. Semua itu ditargetkan kepada Provinsi Jateng.
Lanjutnya, penyusunan perencanaan pembangunan membutuhkan sinergi integrasi dan koordinasi antara pemangku kepentingan. Termasuk sinkronisasi perencanaan pusat dan daerah, provinsi dan kab/kota perlu diperkuat melalui berbagai rangkaian koordinasi dan musyawarah perencanaan pembangunan. RPJPD, RPJMD, dan RKPD akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan seluruh stakeholder pembangunan. (all/adf)