LRC-KJHAM Apresiasi Penetapan PP Nomor 28 Tahun 2024

Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM, Citra. (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) mengapresiasi terbitnya penetapan Akses Layanan Kontrasepsi Darurat dan Aborsi Aman bagi Korban Kekerasan Seksual (KS) dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Layanan kontrasepsi darurat bagi korban perkosaan untuk mencegah kehamilan diatur di pasal 115. Sementara layanan aborsi aman bagi korban perkosaan dan tindak pidana kekerasan seksual lainnya diatur di Pasal 116 sampai dengan pasal 124.

Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC KJHAM, Citra Ayu Kurniawati menyakini, peraturan ini bisa digunakan sebagai landasan hukum untuk pemberian akses layanan kontrasepsi darurat dan aborsi aman bagi perempuan korban kekerasan seksual. Namun, dalam hal ini pihaknya mencatat beberapa poin yang tertera dalam PP tersebut. Salah satunya tidak ada pengaturan secara detail tentang layanan kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan bagi perempuan korban kekerasan seksual pada pasal 115.

Baca juga:  Kursi Karya Siswa SMK PIKA akan Dipakai Paus Fransiskus

“Sementara pengalaman LRC-KJHAM menunjukkan bahwa perempuan korban kekerasan seksual masih sulit mendapatkan layanan kontrasepsi darurat dengan mudah. Rumah Sakit hanya memberikan resep, tetapi tidak memberikan obat. Korban dan LRC-KJHAM diminta mencari sendiri,” ucapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Joglo Jateng, Rabu (7/8/24).

Selain itu, ia menyebut, syarat menunjukkan keterangan penyidik dalam mengakses layanan aborsi aman bagi perempuan korban kekerasan seksual yang tertulis pada pasal 118 huruf a. Menurutnya, pengaturan ini akan menjadi tantangan bagi perempuan korban kekerasan seksual yang mengakses layanan aborsi aman.

Baca juga:  50 Persen Anggota DPRD Jateng Merupakan Wajah Baru

“Kasus kekerasan seksual masih mengalami hambatan untuk dilaporkan ke proses hukum. Pengalaman LRC-KJHAM menunjukkan bahwa korban KS memiliki kekhawatiran dan ketakutan dengan proses hukum yang lama, stigma dari penyidik, takut berdampak pada pekerjaan korban, laporan tidak diterima dan takut jika dikriminalisasi,” jelas Citra.

Seharusnya, kata dia, PP ini bisa memberikan peluang bagi lembaga layanan korban KS untuk memberikan keterangan. Tak hanya itu, pada pasal 122 ayat 2 ada pengecualian pemberlakuan syarat izin suami bagi perempuan korban kekerasan seksual yang mengakses layanan aborsi aman.

Baca juga:  35 Korban Unjuk Rasa Dirawat di RS

“Pasal ini akan menjadi dasar pemberian akses layanan aborsi aman bagi korban kekerasan seksual termasuk korban kekerasan seksual dalam ikatan perkawinan,” ujarnya.

Citra menambahkan, pihaknya memberi beberapa saran guna kesejahteraan para korban KS. Di antaranya, merekomendasikan untuk penyusunan mekanisme standar layanan kontrasepsi darurat bagi perempuan korban kekerasan seksual.

Lalu, menyarankan agar lembaga layanan untuk korban KS diberi kewenangan memberikan surat keterangan terkait kebutuhan layanan aborsi aman bagi perempuan korban kekerasan seksual. Terakhir, mengajak masyarakat untuk mengawal implementasi PP ini untuk memastikan akses layanan kontrasepsi darurat dan aborsi aman bagi korban KS. (int/adf)