DP3A Kota Semarang Catat 93 Kasus KDRT Sepanjang 2024

SUASANA: Jalan Sehat para siswa TK Inklusi Fun and Play, Banyumanik, Semarang, Kamis (15/8/24). (LU'LUIL MAKNUN/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Berdasarkan data dari awal Januari hingga 15 Agustus 2024,  Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang mencatat sebanyak 93 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus tersebut paling banyak terjadi di Kecamatan Semarang Timur dan rata-rata yang menjadi penyebabnya adalah masalah ekonomi.

Plt Kepala DP3A Noegroho Edy Rijanto mengungkapkan, naiknya jumlah kasus ini turut dipengaruhi oleh bertambahnya masyarakat yang mau melaporkan adanya KDRT ke pihak berwajib. Menurutnya, hal ini patut diapresiasi.

“Apabila ada kasus KDRT kami mendampingi sampai bantuan hukum yang mana kita bekerja sama dengan akademisi. Jadi misalnya ada kasus, mereka (korban, Red.) mengajukan dengan membawa bukti-bukti ke aparat penegak hukum. Kemudian sampai di kepolisian ada Unit PPA. Dari situ baru diproses (pelaku, Red.) dan diajukan ke pengadilan,” ucapnya saat dihubungi Joglo Jateng, Kamis (15/8/24).

Baca juga:  Usung Konsep Kafe Minimalis di Tengah Kota Semarang

Meski begitu, tidak banyak korban yang meminta untuk melakukan penindakan ke ranah hukum secara langsung. Sebelumnya, korban diamankan terlebih dahulu ke rumah aman sebagai bentuk antisipasi dari kekerasan berlanjut dari pelaku serta untuk dilakukan pemulihan psikologis.

“Untuk KDRT yang pelaku sampai dihukum pada tahun 2023 ada 2 kasus. Pertama kasus KDRT terhadap istrinya hingga meninggal dengan hukuman 15 tahun. Kedua, kasus yang bapak kandung sebagai pelaku KDRT terhadap istrinya dan menghamili anak kandungnya yang dihukum selama 14 tahun. Yang lainnya diselesaikan secara kekeluargaan baik di tingkat wilayah (kelurahan) maupun di kepolisian,” jelasnya.

Baca juga:  Dekase Ingin Ngesti Pandowo Terus Bisa Tampil di TBRS

Lebih lanjut, ia menerangkan, untuk wilayah Jawa Tengah sendiri, Kota Semarang berada di tingkat pertama karena banyak kasus kekerasan yang sudah dilaporkan ke DP3A. Noegroho mengklaim 100 persen kasus yang ada telah ditangani secara baik berkat adanya dua program yang dimiliki oleh DP3A. Di antaranya Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) di tingkat kelurahan dan Pendamping Korban di tingkat kecamatan.

“Pendamping korban itu tingkat kecamatan yang mana itu penanganan langsung kepada korban yang dibawahi oleh UPTD kami sebagai tempat penanganan kasus kekerasan. Jadi kita sudah ada semua. Supaya kasus tidak meningkat,” ungkapnya.

Baca juga:  2 Bakal Paslon Walikota Semarang 2024 Punya Basis Elektoral Kuat

Selain itu, pihaknya juga memiliki program Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak (Garpu Perak). Di mana penggeraknya berasal dari semua tokoh masyarakat, tokoh agama dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK).

“Memang kita masih terbentuk karena SK Wali Kota itu 2023 Desember. Maka tahun ini kita menargetkan ke depan pihak kecamatan ada Garpu Peraknya. Jadi itu tujuan laki-laki bukan sebagai pelaku tetapi menjadi pelindung. LPMK juga turut mengedukasi ke bapak-bapak,” ujarnya.

Di sisi lain, pihaknya turut berkolaborasi dengan OPD lain seperti Kemenag Kota Semarang melalui KUA terkait dengan edukasi kesiapan calon pengantin sebelum ke jenjang pernikahan. Apabila ada calon pengantin memiliki permasalahan mental, maka pihaknya akan mendatangkan psikolog. (int/adf)