MENDAPAT perlakukan yang tak adil dari atasan dialami oleh awak buah kapal (ABK) migran asal Tegal, Resi Yulianto (37) bersama 11 orang lainnya. Akhirnya mereka berhasil kabur dari tempat mereka bekerja pada 31 Desember 2021 lalu.
Pada saat itu, Resi ditawari oleh salah satu perekrut dari agensi Indonesia untuk bekerja sebagai ABK migran untuk perusahaan penangkap ikan Taiwan dengan gaji 600 USD, atau setara dengan Rp 9,1 juta. Kemudian, ia langsung mengiyakan dan mengurus proses administrasi seperti BST, paspor, dan buku pelaut.
“Gaji 600 dolar itu dengah kontrak kerja dua tahun. Saya masih ingat betul saya berangkat tanggal 6 Januari 2021 ke Oman dengan kapal China,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, Rabu (2/10/24).
Sesuai perjanjian kerja, kata Resi, pekerjaan yang dilakukannya selama di atas kapal yaitu menarik ikan, dan memilah-milah ikan. Namun, yang terjadi di lapangan ia dituntut bekerja sebagai juru masak pula tanpa ada tambahan gaji.
“ABK migran dari Indonesia itu diperlakukan dengan cara yang tidak adil. Mulai dari makanan dan minuman dibedakan dari ABK asing. Untuk makanan kita dikasih nasi dan sayur saja, protein saja itu dijatah. Tetapi kalau yang lain mereka ada lauk daging, ayam segala macam. Sedangkan minum saja dari air minum sulingan yang dipakai mandi oleh ABK China,” jelasnya.
Soal makanan dan minuman yang dibedakan, Resi sempat menanyakan hal itu ke pihak PT dari Taiwan. Namun, tidak ada solusi dan mereka hanya terus diminta bekerja sesuai perintah.
“Dan di perjanjian kerja sistem pengiriman gaji tiap 4 bulan sekali tapi nyatanya gaji yang dikirim hanya gaji 3 bulan. Lalu saya komplain ke pihak PT (Taiwan) tapi malah saya waktu itu disuruh tanya ke pihak agensi yang di Indo. Saya berangkat jadi AKP itu tidak gratis, bayar itu Rp 5,3 Juta dan hal itu berlangsung selama setahun,” ungkapnya.
Pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) cabang Tegal itu, setelah mendapat respon yang tidak menyenangkan akhirnya meminta bantuan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Oman terkait dengan kesejahteraan dan hak untuk ABK migran dari Indonesia agar segera terpenuhi dari pihak perusahaan Taiwan.
“Tapi saat akhir tahun, tanpa sepengatahuan saya itu dipindahkan ke kapal lain yang mana di sana saya menerima job yang tidak sesuai dengan job saya waktu bekerja di kapal sebelumnya. Di sana, 9 orang dalam satu kapal itu bekerja satu job yang layaknya itu dikerjakan untuk 10 orang. Nah tapi dari sini atasan tidak memperdulikan kita,” ujarnya.
Lambat laun setelah menerima banyak diskriminasi, lanjut Resi, akhirnya ia bersama 11 ABK migran asal Indonesia lainnya nekat kabur ke daratan dan berjalan kaki sekitar enam kilometer ke KBRI Oman. Hal ini dilakukan agar mereka bisa menghindari pekerjaan yang tidak adil dan kembali pulang ke kampung halaman masing-masing.
“Cara bisa keluar, selama ini kapal standar kita tidak pernah nempel daratan. Nah delalah (untungnya, Red.) waktu itu pas kapal kita berdempetan dengan daratan akhirnya jam 2 pagi kita keluar (dari kapal, Red.),” kenangnya. (int/gih)