Tim Hukum Andika-Hendi Layangkan Mosi tidak Percaya ke Bawaslu Jateng

John Richard Latuihamallo, Koordinator Presidium Advokat Perkasa. (LU'LUIL MAKNUN/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Tim Hukum Andika Perkasa-Hendrar Prihadi menilai bahwa Bawaslu Jateng tak bisa menuntaskan kasus netralitas kepala desa. Oleh karena itu, pihaknya layangkan mosi tidak percaya kepada Bawaslu.

Hal itu bermula dari temuan kasus kepala desa (kades) dan ASN yang tidak netral selama Pilkada di Jawa Tengah. Adapun kasus ketidak netralan kades pertama kali ditemukan di Boyolali. Kasus terbaru ialah berkumpulnya paguyuban kades se-Pemalang di Hotel Grand Dian Wiradesa, Pekalongan, Selasa, 22 Oktober 2024 lalu.

Koordinator Presidium Advokat Perkasa, John Richard Latuihamallo menantang Bawaslu Jawa Tengah untuk bisa menyelesaikan kasus pengerahan kades untuk memenangkan pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pilgub 2024.

Pemkab Demak
Baca juga:  Sebarluaskan Informasi, Pemkab Jepara Pasang Videotron di Dua Titik

“Bawaslu kalau tidak bisa menangani ini ya tentunya mosi tidak percaya kepada mereka yang harus kita mintakan,” ujar Richard saat konferensi pers di Posko Pemenangan Andika-Hendi, Kota Semarang, Rabu (23/10/24).

Pihaknya menilai, Pilkada di Jawa Tengah sudah bermasalah. Menurut Richard, jalannya Pilkada sudah bersifat melawan hukum, terlebih dengan pengerahan masif kades yang tak kunjung mendapat sanksi tegas.

“Keputusan yang harus diambil Bawaslu apa? Apakah akan menggunakan bahasa ‘bahwa kumpulan kades bertemu di situ hanya kangen-kangen saja’, seperti itu?,” ungkapnya.

Richard berharap, Bawaslu bisa bersikap tegas untuk memanggil dan menindak kades yang terlibat. Terlebih, kata Richard, kades yang berkumpul dan melakukan pengarahan untuk memilih Luthfi-Yasin pun sudah melanggar hukum yang ada.

Baca juga:  Jelang Pilkada, Pj Bupati Jepara Minta Petinggi Bersikap Netral

“Bahwa secara hukum, ada beberapa kades bertemu di tempat itu sudah salah. Dalam kapasitas untuk apa? Masa dalam beberapa waktu yang lalu mereka tidak bertemu seperti itu, tetapi pada saat pilkada mereka bertemu semua?,” bebernya.

Richard pun menyampaikan pesimisinya terhadap kinerja Bawaslu. Menurutnya tak mungkin sekumpulan kades mampu melakukan pengerahan untuk memilih paslon tertentu secara mandiri.

“Kalau saya jadi pimpinan Bawaslu, sudah saya laporkan. Saya ambil tindakan teguran. Makanya dari awal ke Bawaslu suka saya tanyakan, siapa yang menggerakkan mereka?,” ungkapnya.

Dengan bukti yang berhasil Richard kumpulkan, ia ingin Bawaslu menindaklanjuti secara tegas. Ia tak ingin jawaban Bawaslu, khususnya dalam menangani kasus pengumpulan kades Pemalang di Pekalongan, hanya berbuah jawaban normatif semata.

Baca juga:  Blusukan, Vicky Prasetyo Janjikan Pembangunan Pasar Pagi

“Informasi itu kan juga dari kita, tetapi akhirnya, ujung-ujungnya, (jawaban Bawaslu, Red.) itu mungkin hanya pertemuan kumpul-kumpul kades saja. Anak kecil boleh dikasih jawaban seperti itu,” ungkapnya.

Richard pun merasa perkumpulan kades di Pekalongan itu janggal dan melanggar hukum. Sebab, saat Bawaslu tiba di lokasi, pertemuan kades langsung bubar tanpa alasan yang jelas.

“Dan pada saat mereka (Bawaslu, Red.) datang, langsung bubar. Kalau tidak ada apa-apa kenapa bubar? Logikanya begitu datang Bawaslu ya santai saja kalau memang gak ada,” tandasnya. (luk/adf)