SEMARANG, Joglo Jateng – Penipuan di sektor perbankan semakin marak dengan berkembangnya teknologi yang digunakan oleh pelaku kejahatan. Beberapa modus penipuan terbaru yang sering ditemukan antara lain adalah phishing, skimming, dan penipuan via telepon atau SMS.
Untuk diketahui, dalam modus phishing, pelaku mencoba mengelabui korban untuk memberikan data pribadi seperti nomor kartu kredit, PIN, atau password akun perbankan melalui email atau website palsu yang tampak mirip dengan situs resmi bank.
Sementara itu, skimming terjadi ketika perangkat kecil yang terpasang di ATM atau mesin EDC menyedot data kartu debit atau kredit korban tanpa sepengetahuan mereka.
Lebih parah lagi, pelaku penipuan juga memanfaatkan telepon atau SMS palsu yang mengatasnamakan pihak bank. Dalam modus ini, pelaku menghubungi korban dengan mengatakan ada masalah pada akun perbankan dan meminta korban untuk mengonfirmasi data pribadi atau melakukan transaksi tertentu. Beberapa oknum bahkan tidak ragu untuk mengancam akan memblokir rekening jika tidak segera mengikuti instruksi mereka.
Andriyanto (35) seorang pedagang nasi goreng menjadi salah satu nasabah bank yang bernasib sial karena harus kehilangan uang sebesar Rp 7 Juta akibat phishing. Peristiwa itu terjadi pada Februari 2023 lalu.
“Pertama itu dapat kiriman paket nggak tahu dari siapa, isinya kartu kredit. Karena nggak merasa nggak buat kartu kredit dan nggak butuh juga, jadi cuma disimpen. Nah kurang lebih jarak satu bulan dari pengiriman paket ada yang telepon, bilangnya mau me-nonaktifkan kartu kredit, karena kalau nggak di-nonaktifkan saldo piutang akan nambah,” bebernya pada Joglo Jateng, Selasa (26/11/2024).
Dirinya mengaku seperti terhipnotis kala itu. Ia menuruti semua perintah orang yang menghubunginya melalui panggilan telfon yang cukup lama tersebut, sampai memberikan informasi seperti NIK hingga nomor OTP yang masuk di ponselnya.
“Pas ditelpon itu rasanya bener-bener nggak sadar kayak dihipnotis, mikirnya dari pada nanti nama jelek di bank makane diikuti semua yang diinginkan si penelepon. Jadi tanpa sadar saya ngirim NIK, nomor telepon, kode OTP dan lainnya. Setelah saya ngirim kode OTP dua kali baru saya sadar kalau ini penipuan, karena dapat pemberitahuan pembayaran berhasil dari salah satu marketplace,” bebernya.
Kala itu, Andriyanto bersama keluarga tentu langsung merasa kebingungan, hinga akhirnya dirinya langsung menuju kantor bank, tempatnya menjadi nasabah. Para staff perbankan langsung sigap melayani dirinya dengan baik. Pihak bank langsung mengarahkan Andriyanto untuk berkirim email dengan bank pusat. Sebab perihal kartu kresdi hanya bisa ditangani pusat.
“Langsung laporan ke pihak bank, saya diarahkan untuk laporan ke bank pusat. Karena masalah kartu kredit langsung ke bank pusat dan itu bisanya lewat email, bank daerah nggak mengurus itu sama sekali,” jelasnya.
Dari peristiwa itu, Andriyanto kini mengaku menjadi lebih berhati-hati. Pihaknya juga kini sudah mulai mengerti, beberapa hal yang harus diwaspadai modus-modus penipuan diera yang semakin canggih ini.
“Antisipasinya jelas lebih waspada mbak dan kalau ada telpon-telpon lagi lebih hati-hati. Harapannya jelas masalah keamanan data lebih diperketat oleh perbankan, jadi nasabah juga nggak was-was,” ungkapnya.
Hal seperti ini bisa dihindari apabila nasabah lebih aware dan bijaksana dalam penggunaan perbankan. Terlebih Bank Indonesia dan Asosiasi Perbankan Indonesia sudah menyampaikan rilis berupa himbauan kepada seluruh masyarakat untuk selalu waspada terhadap modus-modus penipuan yang semakin canggih untuk menghindari menjadi korban.
Antara lain adalah, periksa keaslian informasi: jika menerima email, SMS, atau telepon yang mencurigakan, jangan langsung memberikan informasi pribadi. Pastikan untuk menghubungi bank melalui saluran resmi untuk mengonfirmasi kebenarannya. Hindari klik tautan atau lampiran yang tidak dikenal: jangan membuka tautan atau lampiran dari sumber yang tidak dikenal, baik itu dari email maupun pesan teks, karena bisa jadi itu adalah upaya phishing.
Kemudian, periksa transaksi secara berkala: selalu periksa riwayat transaksi perbankan Anda melalui aplikasi atau internet banking untuk memastikan tidak ada aktivitas mencurigakan. Jaga kerahasiaan pin dan password: jangan pernah memberikan informasi PIN atau password kepada siapapun, meskipun mereka mengaku dari pihak bank. Dan gunakan OTP dan verifikasi dua faktor: aktifkan fitur verifikasi dua faktor (2FA) untuk akun perbankan Anda untuk menambah lapisan keamanan.
Dengan meningkatnya angka penipuan perbankan, penting bagi setiap individu untuk lebih berhati-hati dan cermat dalam mengelola data pribadi dan keuangan mereka. Melalui kewaspadaan dan tindakan preventif, kita semua dapat meminimalisir risiko menjadi korban penipuan. Terkait hal ini, pihak berwajib juga terus melakukan upaya untuk memberantas kejahatan siber di sektor perbankan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman yang ada.
Ketua Pengurus Harian Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen di Indonesia (LP2K) Jateng, Abdun Mufid mengatakan bahwa era digital saat ini menjadi keuntungan juga tantangan tersendiri, baik bagi perbankan maupun pihak pelanggan atau nasabah. Pasalnya sebagai manusia akan sering terlena dengan kemudahan sebuah aplikasi atau sistem di zaman modern ini.
Ia pun berharap agar aparat pemerintah, baik perbankan, kepolisian atau OJK bisa membuka akses seluas-luasnya agar masyarakat yang me jadi korban penipuan dengan berbagai modus baru ini bisa memiliki arah tujuan untuk melaporkan tindak kriminal ini, serta mendapat keadilan dengan kembali mendapatkan uangnya.
“Sehingga syukur mereka bisa mendapatkan penyelesaian, uangnya balik gitu ya, atau kalaupun tidak minimal kemudian itu jadi clue atau jejak-jejak, karena penipu-penipu seperti itu biasanya jaringan,” katanya kepada Joglo Jateng, belum lama ini. (luk/gih/adv)