SEMARANG, Joglo Jateng – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang merencanakan penambahan nilai Biaya Operasional Kendaraan (BOK) atau nilai kerja sama antara Pemkot Semarang dengan operator armada Bus Rapid Test (BRT) Trans Semarang. Rencana kenaikan ini akan dibahas melalui kajian yang akan dilakukan pada akhir Januari ini.
Kepala BLU Trans Semarang, Haris Setyo Yunanto menyampaikan hal ini, menindaklanjuti banyaknya aduan dari masyarakat mengenai berbagai permasalahan BRT di 2024 lalu. Antara lain, timbulnya asap hitam atau yang kerap disebut sebagai ‘cumi-cumi darat’, kebakaran, hingga mesin mogok di tengah jalan yang terjadi karena kekurangan pada mesin.
“Dalam hal ini harapannya peremajaan BRT ini tanggung jawab semuanya (pemerintah dan operator, Red.), khususnya di koridor 1 dan 5 masih aset pemerintah,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, belum lama ini.
Lebih lanjut, ia menerangkan, Pemkot Semarang telah meneken kontrak dengan pihak ketiga sejak 2023 lalu. Namun ketika Pemkot meminta untuk layanan prima, ada sedikit ketidakrelevanan antara biaya yang dibayar dengan realitas di lapangan.
“Berdasarkan data armada yang harus diremajakan ada 305 unit. Dari jumlah tersebut ada bus milik aset pemerintah yang usianya 8 tahun dan sudah waktunya diremajakan. Sedangkan sampai saat ini yang sudah diremajakan ada 66 unit,” jelasnya.
Dirinya berharap, dengan adanya kenaikan nilai BOK, akan menjadi semangat baru antara pihak operator maupun Dishub sebagai regulator dalam melakukan pelayanan BRT.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang, Rukiyanto menekankan adanya kajian terkait kontrak pihak ketiga pada pengelolaan BRT Trans Semarang. Menurutnya, masih banyak bus yang usianya cukup tua masih beroperasi.
“Dan kalau dipikir jika hal itu dipaksa untuk berjalan, maka pelayanan jadi tidak maksimal. Oleh karena itu, kita dorong Dishub buat kajian agar vendor ini bisa meremajakan bus yang digunakan untuk pelayanan publik,” ungkapnya.
Meskipun anggaran untuk peremajaan BRT belum ada di tahun 2025, kata Ruki, akan tetapi pihaknya tetap mendorong pihak ketiga agar berperan aktif dalam melakukan peremajaan BRT.
“Sehingga kontraknya seperti apa bisa dilakukan oleh Dishub, dan pihak ketiga ini bisa merasa nyaman. Ketika itu bisa dilakukan kontrak jangka panjang dan pembelian bus bisa terjamin (mesinnya, Red.),” ujar Rukiyanto. (int/adf)