JEPARA, Joglo Jateng – Ratusan buruh kembali penuhi halaman kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara. Mereka melakukan aksi demonstrasi terkait pembahasan penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMKS) tahun 2025, Kamis (16/1/25).
Pantauan Joglo Jateng di lokasi, ketika sampai di depan kantor Pemkab Jepara, sempat ada ketegangan antara massa aksi dengan aparat keamanan. Hal itu, karena para buruh mencoba menerobos ke kantor Pemkab.
Aksi dorong antara buruh dan aparat keamanan tidak terhindari. Tidak sampai masuk ke halaman, massa diredam oleh aparat keamanan. Pihak keamanan mencoba berdiskusi dengan koordinator aksi agar bisa tertib dan tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.
Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jepara Raya, Yopy priambudi, menyampaikan bahwa para buruh datang ke kantor Pemkab karena ingin membubarkan rapat diskusi pembahasan UMSK Jepara 2025 yang dilakukan oleh dewan pengupahan bersama apindo, dinas terkait, maupun BPS (Badan Pusat Statistika).
“Saya ingin membubarkan, kemarin saya sudah memberi warning (peringatan) kalau ada rapat terkait UMSK kami tidak segan membubarkan,” kata Yopy kepada Joglo Jateng.
Yopi menjelaskan bahwa sebenarnya dirinya mendapatkan undangan diskusi tersebut. Namun, ia memilih untuk tidak hadir dengan dasar, kenapa UMSK yang telah ditetapkan sebagai SK oleh Pj Gubernur Jawa Tengah dibahas kembali.
“Jadi ada undangan dari Sekda sebagai Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara. Dalam undangan isinya diskusi pascapenetapan UMSK. Saya mikir kok UMSK masih direcokin padahal perusahan yang notabennya Korea ataupun Jepang sudah sepakat menetapkan UMSK antara manajemendan serikat pekerja,” ucapnya.
Dia menegaskan bahwa sebenarnya terdapat beberapa perusahan yang tidak mempermasalahan UMSK. Seperti, di PT. SAMI telah sepakat memberlakukan UMSK, dengan syarat usia kerja 0-1 tahun.
“Seperti di pabrik per sepatuan, itu sudah sepakat UMSK. Jika ditemukan ada beberapa pabrik yang tidak menerapkan UMSK, maka akan didemo. Landasannya apasih, kenapa tidak memberlakukan UMSK,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara, Edy Sujatmiko menyampaikan, adanya diskusi pascapenetapan UMSK karena, untuk menyosialisasikan kepada para buruh serta perwakilan apindo, dinas terkait, dan pengusaha, terkait bagaimana dampak apabila UMSK dijalankan.
Edy menginginkan, baik buruh, perusahaan, dan pihak terkait bisa sama-sama memahami resiko dampak pemberlakuan UMSK sangat luas. Jika UMSK dipaksa diberlakukan, akan ada sektor-sektor lain yang terkena imbasnya.
“Saat ini kita bukan membahas kenaikan dan penurunan UMSK, tetapi tentang kajian terhadap dampak UMSK,” terangnya usai melakukan kajian UMSK di Command Center Jepara.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara sekaligus akademisi Unisnu Jepara, Mayadina Rohma memaparkan, pihaknya telah melakukan survei terhadap 33 perusahaan melalui google form terkait pemberlakuan UMSK.
Dari hasil survei tersebut, menunjukkan bahwa hasil analisis resiko pemberlakuan UMSK di antaranya, 28 persen rawan efesiensi (PHK, tidak memperpanjang PKWT), 27 persen relokasi ke daerah lain, 10 persen pengurangan atau penghentian investasi, 3 persen penutupan perusahaan.
Kemudian, 5 persen tidak melakukan rekruitmen, 5 persen pengurangan atau penghentian produksi, 8 persen pengurangan order, dan masih ada beberapa persen lainnya yang tidak disebutkan dalam keterangan.
“Potensi dampak efisiensi melalui PHK, pada tahun 2025-2026 perusahaan memilih opsi tidak memperpanjang PWKT, pengurangan karyawab atau PHK 7.335 bahkan lebih,” ucapnya.
Selanjutnya, dari 23 perusahaan yang dilakukan survei, potential loss investasi atau kehilangan investasi di Jepara, diperkirakan mencapai Rp 2.453.891.155.695 dalam jangka 2-5 tahun ke depan.
Belum juga dampak sosial seperti, pengurangan akses pelayanan publik; kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Kemudian meningkatkan stres dan kesehatan mental, dan pengurangan kualitas hidup, serta dampak infrastruktur.
“Maka hari ini, kita mengajak teman-teman mau mempertimbangkan beberapa resiko hasil survei 33 perusahaan terhadap dampak pemberlakuan UMSK,” paparnya.
Dikarenakan dalam diskusi tersebut perwakilan dari serikat pekerja atau buruh tidak hadir, sehingga keputusan terkait apakah UMSK akan ditinjau ulang atau tidak masih menunggu kesepakatan dari pihak buruh. (oka/gih)