Wisata  

Kembangkan Pertanian Perkotaan dengan Kampung Markisa

Kampung Markisa Blunyahrejo Yogyakarta
BERTANI: Sejumlah warga ikut memanen sayur yang ditanam di Kampung Markisa Blunyahrejo Yogyakarta, kemarin. (ANTARA/ JOGLO JATENG)

YOGYAKARTA – Warga Kampung Blunyahrejo Kota Yogyakarta memanfaatkan lahan kosong yang berada di tepi Sungai Buntung. Tanah kosong diubah menjadi lahan pertanian produktif untuk pemberdayaan masyarakat. Melalui pertanian perkotaan dalam program Kampung Markisa.

Ketua Rukun Kampung Blunyahrejo, Pratito mengatakan, pada awalnya, pihaknya ingin membentuk Kampung Hijau. Tetapi, karena ada pandemi Covid-19, ide tersebut kemudian bergeser. Idenya kemudian diubah untuk pemenuhan ketahanan pangan masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam Kampung Markisa.

Masyarakat di kampung tersebut kemudian memanfaatkan lahan yang cukup luas. Kurang lebih sekitar 4.375 meter persegi. Tanah tersebut menjadi milik tiga orang warga.

Lahan pertanian kemudian ditanami berbagai sayur mayur. Seperti bayam, kangkung, sawi, tomat, terung, cabai, mentimun, pare, dan markisa, serta sejumlah kolam lele cendol.

Baca juga:  Mengunjungi Wisata Bendungan Karet di Jepara

Bagi warga Kampung Blunyahrejo, Kampung Markisa juga memiliki makna yang mengandung kekuatan dan harapan warga. Yaitu, mari kita bersatu, mari kita bersama dan mari kita bisa.

“Persiapan untuk memanfaatkan lahan kosong sudah dilakukan sejak Februari, dan sejumlah sayur mayur tersebut mulai ditanam pada April setelah kami memperoleh bantuan bibit dan baru kali ini, kami bisa panen perdana,” katanya.

Seluruh hasil pertanian tersebut akan dijual, baik dalam bentuk sayuran segar maupun makanan olahan. Karena kebetulan ada sejumlah warung makan yang ada di sekitar lokasi yang membutuhkan stok sayuran segar. Sedangkan salah satu makanan olahan yang menjadi produk unggulan kampung tersebut adalah keripik dari daun sawi dakota.

Baca juga:  Mengunjungi Wisata Bendungan Karet di Jepara

Selain untuk pertanian, di lokasi tersebut juga dimanfaatkan untuk pengolahan pupuk kompos. Hingga area jemparingan (panahan tradisional khas Yogyakarta) dan gantangan untuk kontes burung berkicau.

“Harapannya, citra kampung yang semula negatif karena banyak remaja putus sekolah, narkotika atau klitih bisa semakin berkurang,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan program dari Kampung Blunyahrejo merupakan pengembangan dari program sebelumnya. Yaitu Kampung Sayur dan Lele Cendol yang digulirkan mulai 2019.

“Pertanian perkotaan di Yogyakarta bisa terus dikembangkan asalkan masyarakat pun mendukung dan merasa bahwa pertanian adalah bagian dari kehidupan mereka,” tuturnya.

Baca juga:  Mengunjungi Wisata Bendungan Karet di Jepara

Sedangkan Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan jumlah kelompok tani di Yogyakarta terus meningkat. Dari sekitar 30 kelompok menjadi 130 kelompok. Tiap kelompok memiliki 20 hingga 30 orang anggota.

“Artinya ada sekitar 4.000 warga di Yogyakarta yang terlibat dalam pertanian perkotaan. Harapannya, ketahanan pangan di masyarakat bisa terus meningkat. Tanam apa yang dimakan dan makan apa yang ditanam,” tandasnya. (ara/fat)