Kudus  

Fatkur, Pernah Hilang Dua Hari

Ketua Legion Veteran Republik Indonesia (LVRI) Cabang Kudus, Kapten (Purn) Fatkur
Ketua Legion Veteran Republik Indonesia (LVRI) Cabang Kudus, Kapten (Purn) Fatkur (kanan). (MUHAMMAD ABDUL MUTTHOLIB / JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Memiliki postur tubuh tinggi tegap, Fatkur (65) merupakan veteran yang pernah berjuang untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Selama masa aktif tugasnya menjadi TNI, dirinya pernah mengikuti lima operasi militer. Mulai dari operasi seroja di Timor Timur, hingga operasi jaring merah di Aceh.

Kiprahnya dimulai pada awal masuk kesatuan TNI, tahun 1975. Kala itu, Fatkur lolos menjadi tamtama, dan langsung ditugaskan untuk mengikuti operasi seroja. Terdapat kisah unik saat penugasan pertamanya di Timor Timur.

“Waktu itu saya pernah hilang selama dua hari. Bersama satu teman saya, kami terpisah dari pasukan di hutan saat itu. Mungkin karena kurang pengalaman, namanya juga anak baru, masih bau kencur. Tapi alhamdulillah kami bisa bergabung lagi dengan pasukan, dua hari kemudian,” ujarnya.

Sepulang dari operasi pertamanya tahun 1977, Fatkur bergabung dalam satuan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Kemudian pada tahun 1979, ia kembali dikirim ke Timor Timur untuk membantu pasukan yang masih berperang.

“Berbeda dengan saat pertama tugas, kali kedua saya lebih berani dan lebih berpengalaman. Karena latihan di Kopassandha itu berbeda dengan tentara pada umumnya. Kita tahu sendiri pasukan khusus, latihannya pasti lebih berat. Maka dari itu, saya lebih siap waktu itu,” ucapnya.

Dalam operasi keduanya di Timor Timur, dirinya hanya ditugaskan selama enam bulan. Kemudian ia kembali dan mengikuti sekolah calon bintara (secaba), pada tahun 1980. Setelah resmi menjadi bintara, Fatkur kembali dikirim ke Timor Timur tahun 1981 untuk menjaga kedaulatan Indonesia.

“Sekembalinya dari sana, saya bergabung dalam Detasemen 81 (Den-81). Itu merupakan pasukan khususnya Kopassandha waktu itu. Jadi untuk bisa masuk dalam satuan Den-81, pasukan Kopassandha diseleksi lagi dan dipilih yang terbaik,” ungkapnya.

Pada tahun 1986, Fatkur yang saat itu berpangkat Sersan Kepala (serka) kembali dikirim ke Timor Timur. Akan tetapi, operasi kala itu hanya beranggotakan pasukan kecil yang terdiri dari lima orang. Meski demikian, karena pengalaman yang dimiliki, ia berhasil menuntaskan tugasnya dengan baik.

Operasi militer terakhir yang dijalankan Fatkur adalah operasi jaring merah di Aceh, pada tahun 1991. Operasi tersebut bertujuan untuk menumpas gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang kala itu sedang berkecamuk.

“Saat itu saya sudah perwira, sudah punya pasukan sendiri. Memang saat itu kami mengalami kesulitan dalam menghadapi medan perang. Akan tetapi kendala tersebut masih bisa diatasi, karena semangat dan pengalaman yang dimiliki rekan-rekan semua, untuk menjaga keutuhan NKRI,” imbuhnya.

Menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-76 tahun ini, Fatkur berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan veteran. Selain itu, penghargaan dengan cara penyediaan tempat di taman makam pahlawan (TMP), kiranya bisa lebih diperhatikan. Karena ia melihat masih ada beberapa veteran yang tidak mendapat tempat di TMP. (cr10/gih)