Kudus  

Pakar Hemodialis RS Aisyiyah Kudus Sebut Kasus Cuci Darah Anak Harus Jadi Perhatian Orang Tua

Ketua Komite Koordinasi Pendidikan (Komkordik) RS Aisyiyah Kudus, dr Tony Hartanto. (UMI ZAKIATUN NAFIS/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Kasus cuci darah pada anak akibat dugaan gagal ginjal di Rumah Sakit Ciptomangun Kusumo (RSCM) Jakarta Pusat menyita perhatian publik beberapa hari terakhir. Dokter jaga Hemodialisis sekaligus Ketua Komite Koordinasi Pendidikan (Komkordik) RS Aisyiyah Kudus, dr Tony Hartanto, turut memberikan tanggapan akan hal tersebut.

Menurutnya, kasus cuci darah anak yang tengah marak akhir-akhir sebenarnya sudah sering terjadi. Khususnya di rumah sakit yang memiliki alat khusus hemodialisis untuk anak. Termasuk salah satunya RSCM yang diketahui setiap hari melayani pasien anak cuci darah yang terkena penyakit gagal ginjal.

“Penyakit gagal ginjal kronis tidak semuanya harus cuci darah. Hanya mereka yang sudah mencapai stadium 5 saja. Untuk proses hemodialisis sebenarnya bisa menggunakan dua cara. Yaitu menggunakan mesin dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) yaitu metode menggunakan selaput perut atau peritoneum,” paparnya.

Baca juga:  Kecamatan Dawe Gelar Event Meriahkan Momen Kemerdekaan

Tony mengungkap, kasus cuci darah pada anak dengan indikasi gangguan ginjal yang muncul di Jakarta tentu menjadi pembelajaran untuk semakin menjaga pola makan dan gaya hidup. Meski sebetulnya, anak-anak yang cuci darah tidak semua faktor gaya hidup tetapi bawaan lahir.

“Biasanya kerusakan ginjal yang terjadi pada anak-anak itu disebabkan karena kelainan bawaan, sindrom nefrotik, kelainan bentuk atau bentuk ginjal yang tidak normal, kista ginjal dan sebagainya,” ungkapnya saat ditemui Joglo Jateng di ruang Hemodialisis, RS Aisyiyah Kudus.

Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan gagal ginjal pada anak juga bisa disebabkan karena obesitas, infeksi ataupun diabetes melitus akibat gaya hidup dan pola makan tidak sehat. Termasuk bahan kimia maupun pengawet pada makanan yang memang ada dampaknya.

Baca juga:  Makin Ceria, Faskes di Kudus Suguhkan Nuansa Mural

“Mudahnya akses anak-anak terhadap makanan ringan ini tentu turut menjadi perhatian. Apalagi makanan kadar garam tinggi dan minuman berpemanis,” tandasnya.

Pihaknya merinci, Natrium (Na) atau sodium merupakan komponen elektrolit yang sangat vital peranannya dalam keseimbangan homeostasis tubuh. Standar kebutuhan natrium seseorang yaitu 2000 mg per hari.

“Sayangnya, hampir semua orang mengkonsumsi sodium lebih dari itu. Seringkali mencapai 3.000-3.500 mg/hari. Bahkan 5.000 mg /hari. Sebagai perbandingan, 1 bungkus mie instan umumnya bisa mengandung antara 800-1.100 mg sodium. Sehingga kebutuhan sodium lebih dari 50% telah terpenuhi dari sebungkus mi instan,” ujarnya.

Selain itu, papar Tony, makanan dan minuman kemasan yang dijual bebas juga menjadi penyumbang terbesar penyebab penyakit tidak menular (PTM) diabetes mellitus dan gagal ginjal. Pihaknya menyebut, glukosa menjadi salah satu sumber energi penting dalam tubuh. Akan tetapi jika tidak dibatasi dapat menyebabkan insulin tinggi dan menyebabkan kinerja ginjal menjadi berat.

Baca juga:  UMK Punya Guru Besar Baru

“Termasuk hati-hati juga dengan makanan yang menggunaka olahan maltodekstrin.  Yaitu bahan tambahan dalam berbagai jenis makanan yang dapat meningkatkan tekstur, rasa, dan masa simpannya,” tegasnya.

Mengaca dari hal itu, pihaknya mengajak peran orang tua turut serta berperan dalam mengawasi konsumsi anak-anak. Khususnya dalam melihat takaran saji.

“Selalu perhatikan takaran saji utamanya natrium dan glukosa dalam makanan atau minuman. Selaim itu imbangi juga dengan aktivitas fisik misalnya kebiasaan olahraga sebagai salah satu cara untuk membentuk imunitas dan metabolisme tubuh yang sehat, utamanya pada anak-anak,” pesannya (cr1/fat)