SEMARANG, Joglo Jateng – Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) berhasil memantau 51.563 ibu hamil dan baduta. Kegiatan bertajuk Sambung Simbok Sambang Bocah ini telah berjalan satu tahun.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris IV Fatayat NU Jateng, Umi Hanik. Program ini, kata dia, merupakan wujud Fatayat NU untuk ikut andil pemerintah dalam penanganan percepatan penurunan stunting di Jawa Tengah.
“Porgram ini bagian dari mendukung pemerintah dalam penurunan stunting. Dan kami fokus pada pencegahannya. Fokusnya menyasar ke ibu hamil, baduta, dan pengasuh anak di bawah umur dua tahun,” jelasnya usai kegiatan diskusi bertema Peran Lembaga dalam Pencegahan Stunting di Jawa Tengah melalui Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang Optimal di Kantor Dinkes Jateng, Rabu (21/8/24).
Menurut Umi Hanik, penurunan stunting di Jateng berjalan stagnan. Hal ini merujuk pada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting tahun 2021 adalah 20,9 persen, tahun 2022 sebanyak 20,8 persen, dan pada tahun 2023 turun menjadi 20,7 persen.
Penurunan yang hanya 0,1 persen ini pun belum memenuhi target yang sesuai dengan RPJMN sebanyak 14 persen. Sedangkan berdasar Survei Kesahatan Indonesia (SKI) 2023, sekitar 1 dari 5 balita di Indonesia mengalami stunting. Sebab itulah Fatayat NU gencar memberikan edukasi.
“Jadi satu kader akan menjangkau satu ibu hamil atau satu ibu baduta minimal dengan memberikan pesan pencegahan stunting. Kalau ibu hamil disampaikan untuk mengecek kesehatan. Kalau baduta lebih ke pertumbuhan dan perkembangan anak melalui MPASI yang optimal, PHBS, dan sanitasi serta jamban sehat,” bebernya.
Sementara itu, Koordinator Program Manajer Satgas Stunting BKKBN Jateng Edi Subagiyo menyampaikan, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) terus berupaya melakukan intervensi untuk mencapai target penurunan stunting. Ia mengatakan, di tahun 2022 sampai 2023 ada penurunan stunting sebesar 0,1 persen.
“Jadi ini terus di TPPS kami melakukan upaya di TPPS terus melakukan upaya dan intervensi dengan seluruh pemerintah kabupaten/kota,” ungkapnya.
Kabupaten Wonosobo, kata dia, menjadi daerah dengan prevalensi stunting-nya paling tinggi, yakni di angka 29 persen. Sedangkan Kabupaten Demak paling rendah, yakni 9,5 persen. Karena itu, pola asuh yang menjadi salah satu faktor penyebab anak mengalami stunting perlu diubah.
“Selain pola asuh juga kondisi rumah lingkungan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan pada anak. Jadi ini yang perlu kita sampaikan pada masyarakat. Terutama memberikan edukasi komitmen untuk asupan gizi sangat penting bagi balita maupun baduta,” tandasnya. (luk/adf)