KUDUS, Joglo Jateng – Mbah Ngatmin, seorang pengrajin biola dari Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, membuktikan bahwa kerja keras dan kedisiplinan bisa menjadi kunci sukses. Berbekal pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan semangat untuk terus belajar, ia berhasil mengembangkan usahanya hingga dikenal di berbagai daerah. Selama lebih dari satu dekade, Mbah Ngatmin telah menghasilkan biola dengan kualitas unik yang mengusung sentuhan lokal.
Kisah Mbah Ngatmin dalam dunia kerajinan biola dimulai sejak tahun 2009 di Bogor, saat ia tinggal bersama saudaranya yang kuliah di dekat kampus IPB.
“Saya belajar membuat biola saat tinggal di Bogor. Di sana, saya tertarik karena saudara saya pandai bermain biola dan bahkan membuka les musik,” kenangnya.
Awalnya, Mbah Ngatmin membuat biola untuk memenuhi hobi, namun ketertarikan dan kemampuannya terus berkembang. Pada tahun 2013, ia memutuskan untuk pindah ke Kudus demi bekerja lebih dekat dengan keluarga dan mulai serius menggeluti usaha ini.
Sejak awal, Mbah Ngatmin mengandalkan pinjaman modal usaha dari BRI untuk membeli bahan baku. Berkat kedisiplinannya dalam mengelola keuangan dan membayar cicilan tepat waktu, ia bahkan mendapat kemudahan untuk mengajukan pinjaman tanpa agunan.
“BRI memberi kepercayaan besar kepada saya. Karena saya selalu disiplin membayar angsuran, saya bahkan bisa mendapat pinjaman tanpa agunan,” ungkapnya.
Dana pinjaman pertama yang berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta ini ia gunakan untuk membeli bahan baku yang cukup untuk memenuhi stok produksi biola setahun. Sementara dalam memproduksi biola, Mbah Ngatmin menggunakan bahan kayu dan bambu petung yang dikenal kokoh dan tahan lama.
Menurutnya, satu kubik kayu yang ia beli seharga Rp3 juta hingga Rp4 juta bisa digunakan untuk produksi biola selama setahun. Selain kayu, ia juga bereksperimen menggunakan bambu petung sebagai bahan utama, bahkan memodifikasi kepala biola dengan bahan yang sama.
“Saya ingin memberikan sentuhan berbeda. Jadi, kalau ada konsumen yang ingin custom, bisa sesuai permintaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mbah Ngatmin juga mengaku terinspirasi dari desain biola Eropa, namun ia melakukan penyesuaian agar lebih sesuai dengan karakter lokal Kudus. Biola-biola karya Mbah Ngatmin kini telah dipasarkan hingga luar daerah, seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, meskipun pesanan dari luar kota tidak datang setiap bulan.
Di samping biola, Mbah Ngatmin juga membuat miniatur menara Kudus dengan harga mulai Rp150 ribu hingga Rp350 ribu. Ia berharap, usahanya dapat terus berkembang dan semakin dikenal masyarakat Kudus serta wilayah lain.
Disisi lain, kepercayaan yang diberikan BRI kepada Mbah Ngatmin selalu ia jaga. Karena begitu sering meminjam, Mbah Ngatmin sempat mengalami pembatasan pinjaman, namun ia menyiasatinya dengan mengajukan pinjaman atas nama istrinya.
“Saya ambil pinjaman sedikit-sedikit saja supaya bisa kerja dengan santai,” ucapnya.
Menurut Mbah Ngatmin, suku bunga BRI yang lebih rendah dibandingkan bank lain menjadi alasan ia tetap setia menggunakan layanan BRI. Hal ini membuatnya lebih ringan dalam menjalankan usaha dan menjaga arus kas tetap stabil.
Atas konsistensi dan prestasinya sebagai pelaku UMKM yang disiplin, Mbah Ngatmin sering kali dilibatkan oleh BRI dalam berbagai acara. Salah satu pencapaian yang paling berkesan adalah ketika ia meraih juara dua dalam lomba UMKM se-Jawa Tengah yang diselenggarakan BRI di Semarang.
“Pengalaman ini sangat berharga dan semakin memotivasi saya untuk mengembangkan usaha,” katanya.
Dengan pengalaman positif yang ia rasakan, Mbah Ngatmin tidak ragu merekomendasikan BRI kepada pelaku usaha lain yang membutuhkan tambahan modal.
“BRI pilihan terbaik bagi mereka yang ingin memulai atau mengembangkan usaha tanpa khawatir terbebani bunga tinggi,” tambahnya.
Mbah Ngatmin berharap kisahnya dapat menjadi inspirasi bagi pelaku UMKM lain di Kudus dan sekitarnya. Ia ingin usahanya tidak hanya menguntungkan bagi dirinya sendiri tetapi juga memberi dampak positif bagi ekonomi daerah.
“Saya berharap biola karya saya bisa dikenal luas, diawali dari Kudus, dan terus berkembang,” tutupnya. (adm)