Oleh: M Isa Thoriq A, M.A.P
Komunitas Penyuluh Antikorupsi Jawa Tengah
PERSAINGAN politik yang memperebutkan jabatan Gubernur Jawa Tengah jadi momen yang sangat berpengaruh dalam percaturan politik nasional. Semua kontestan beserta para partai pendukungnya berupaya keras untuk meraih simpati rakyat Jawa Tengah. Bahkan, Jokowi dan Prabowo terjun langsung melakukan penetrasi di kandang banteng.
Hasilnya, kini Jawa Tengah telah memiliki pemimpin baru. Penetapan Ahmad Luthfi sebagai pemenang dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Tahun 2024 oleh KPU Jawa Tengah menandai berakhirnya hiruk pikuk perebutan kursi nomor 1 di Provinsi Jawa Tengah.
Janji-janji politik telah disampaikan, kemenangan telah diraih, kini saat nya Ahmad Luthfi untuk merealisasikannya. Mengusung Visi “Terwujudnya Provinsi Jawa Tengah yang Maju, Berwibawa dan Berkelanjutan dengan Semangat Kolaboratif dan Responsif Menuju Indonesia Emas 2045”, Ahmad Luthfi bertekad membawa Jawa Tengah lebih maju.
Bukan tugas yang mudah, mengingat banyak PR yang harus dibereskan di Provinsi ini. Jika dibandingkan dengan DKI, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur, maka akan terlihat makin banyak hal yang harus dikejar. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Ahmad Luthfi telah menyiapkan 6 misi, 8 program prioritas dan 47 program aksi.
Program prioritas yang telah dicanangkan fokus kepada pendidikan, kesehatan, pemuda, desa, petani, infrastruktur, pesantren dan pelayanan publik. Keberhasilan program-program ini membutuhkan dukungan anggaran, regulasi, tata kelola dan SDM. Di sisi lain tantangan yang akan dihadapi juga tidak mudah, mulai dari keterbatasan Anggaran Daerah hingga mencegah terjadinya kebocoran atau korupsi.
Sebaik apa pun program yang dicanangkan, seberapa besar pun anggaran yang digelontorkan, menjadi tidak maksimal atau justru merugikan ketika terjadi korupsi. Program yang tidak efektif dan efesien akan menjadi beban bagi pemerintah dan tidak memberi manfaat kepada masyarakat. Presiden Prabowo Subiato saja telah mewanti-wanti kepada jajaranya untuk tidak memanfaatkan uang negara untuk memperkaya diri dan menjadikan korupsi musuh bersama.
Dalam misi ke-3 Ahmad Luthfi, terdapat program yang mendorong terciptanya integritas ASN dengan mengusung Jawa Tengah bebas korupsi. Program ini ingin ditujukan sebagai penguatan integritas para ASN agar dalam menjalankan tugasnya tidak korupsi. Namun, selama ini korupsi dalam pemerintahan bukan dipicu oleh para ASN saja, akan tetapi politisi atau kepala daerah yang justru lebih banyak. Menurut data dari KPK sejak 2004 s.d 2024, setidaknya jumlah koruptor dari kalangan politisi lebih banyak ketimbang dari kalangan birokrat.
Atas dasar itu upaya pencegahan korupsi semestinya dilakukan tidak hanya menyasar kepada kalangan birokrat saja, tetapi juga menyeluruh kepada kalangan politisi, masyarakat dan swasta. Terlebih, kondisi integritas Jawa Tengah masih cukup beresiko dalam hal korupsi, tecermin dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) yang mendapatkan angka 77,9. Area terjadinya korupsi tidak hanya di birokrasi, tetapi bisa terjadi di area-area lain, korupsi terjadi justru banyak terjadi di remang diluar sistem.
Salah satu program yang bisa dijadikan contoh. Misalnya pembangunan 1000 Desa Wisata dan Bantuan untuk BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), dengan pemberian bantuan langsung semacam ini beresiko terjadi korupsi baik oleh Kepala Desa atau para politisi yang memfasilitasi kegiatan ini melalui Pokok Pikiran (Pokir) Anggota Dewan. Kemarin saja, menjelang pilpres ratusan kepala desa diperiksa oleh Polda Jateng terkait bantuan keuangan semacam ini.
Belum lagi Ahmad Luthfi kemarin didukung oleh hampir seluruh partai. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi yang tidak mudah, karena akan ada kompensasi yang harus diberikan atas dukungan tersebut. Alih-alih mereka akan bersinergi dalam mendukung pembangunan, mereka justru bisa memperebutkan kue APBD Jawa Tengah.
Lalu, bagaimana agar semua kekhawatiran itu tidak terjadi, dan bahkan akan jauh lebih baik dibanding era pemerintahan sebelumnya? Ada tiga hal. Pertama menguatkan komitmen dalam pencegahan korupsi. Komitmen ini bukan hanya ucapan atau kalimat-kalimat dengan suara menggelegar, tetapi dengan memberikan contoh langsung perilaku antikorupsi, misalnya kejujuran dalam pelaporan LHKPN, keberanian dalam menolak atau melaporkan gratifikasi dan ketegasan dalam menindak pelaku korupsi di birokrasi Provinsi Jawa Tengah.
Kedua, meningkatkan sistem pencegahan melalui penguatan sistem pengawasan, mitigasi risiko korupsi, serta perbaikan tata kelola pengadaan barang, perjalanan dinas, dan penataan aset. Semua program prioritas harus di petakan risiko korupsinya, dan mengambil langkah antisipatif yang konkret.
Ketiga, meningkatkan internalisasi integritas melalui pendidikan dan sosialisasi antikorupsi di kalangan ASN, dan masyarakat umum. Tidak mudah bicara integritas, mungkin terdengar klise namun sungguh jika sudah berhadapan dengan rasionalisasi, kebutuhan, tekanan atau ancaman, maka integritas akan sulit dipertahankan.
Keempat, memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP di fungsikan dimaksimalkan dalam pengawasan pemerintahan dan pencegahan korupsi, dilibatkan dalam upaya peningkatan kinerja daerah, pencapaian program dan kesejahteraan masyarakat.
Kelima, membuka akses penuh terhadap pelaksanaan pembangunan kepada masyarakat, melalui prinsip participatory governance masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan pemerintah.
Korupsi bisa terjadi oleh siapa saja dan di mana saja. Jika kita lihat para koruptor yang pernah ditangkap, maka kita tidak mengira sebelumnya jika ia melakukan perbuatan tersebut, maka sebagai upaya pencegahan korupsi, kelima hal di atas dapat menjadi tolak ukur nasib pencegahan korupsi di Provinsi Jawa Tengah ke depan, akan lebih baik atau akan tenggelam dalam praktik korupsi.
Sayang sekali jika program-program yang menyentuh masyarakat tidak dapat dirasakan manfaatnya, hanya dinikmati sebagian orang atau kelompok akibat dikorupsi. Kebocoran anggaran menyebabkan pemerintah tidak dapat melakukan efesiensi, dan tujuan untuk menyejahterakan rakyat akan makin jauh. Maka mari kawal dan awasi pemerintahan Ahmad Luthfi di Jawa Tengah agar kita tidak jadi korban korupsi. (*)