JEPARA, Joglo Jateng – Harga garam di Kabupaten Jepara sedang mengalami terjun bebas. Dari semula di angka Rp 450.000 per tombong (-/+ 85 Kg) menuju Rp 80.000. Menukiknya harga garam, diduga karena stok produk yang melimpah dan permainan tengkulak.
Nuruddin, salah seorang buruh tani di Desa Bulakbaru, Kecamatan Kedung menyampaikan, pada bulan ini produknya dihargai murah oleh distributor. Hal ini, ditunjukkan pada awal Juni, garam sempat dipatok hampir mencapai setengah juta per tombong. Namun, memasuki Hari Kemerdekaan, harga garam amblas di angka puluhan ribu.
“Agustus ini harga garam terlampau murah ketimbang Juni dan Juli kemaren. Turun drastis memang,” papar Nuruddin kepada Joglo Jateng sembari menggaruk dan mengumpulkan garam ke dalam tombong, Kamis (24/8/23).
Amblasnya harga garam, diduga karena stok produk yang melimpah. Sebab, Agustus dan September, kata dia, musim panas cenderung konstan. Sehingga tidak heran, apabila disebut dengan bulan ‘panen raya’ bagi petani garam.
Swasembada garam ini berdampak pada menurunnya harga. Sejumlah tengkulak memanfaatkan momen ini. Di mana beberapa kabupaten penghasil garam kompak panen, harga pun dipermainkan.
Nuruddin mengungkapkan, apabila petani garam wilayah Kedung tidak menjual dengan harga yang disepakati atau lebih rendah, maka tengkulak menolak menaikkan puluhan karung garam petani ke dalam truk dan tidak jadi didistribusikan.
“Garam kami dijual sebesar Rp 80.000 per tombong, meski murah, mau bagaimana yang penting laku. Toh, di beberapa daerah juga baru panen. Jika panen lebih awal, mungkin peroleh keuntungan untuk membayar sewa lahan ke depan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kedungmalang, Mustafiyatun menjelaskan, harga garam di tahun ini dibanding tahun sebelumnya sama, yaitu di angka Rp 80.000 per tombong. Perbedaan hanya terjadi di Juni 2023 sampai sekarang.
Di sisi lain, terkait harga garam yang dipermainkan tengkulak, pihaknya menyatakan bahwa terdapat isu yang bergulir demikian. Namun, turunnya harga garam disebabkan beberapa daerah seperti Kabupaten Pati dan Rembang sedang panen, juga masuk akal.
Tetapi, pihaknya menggaris bawahi terkait kualitas. Menurutnya, dari kabupaten lain penghasil garam, Jepara yang memiliki kualitas yang baik. Sebab, petani garam Jepara telah memakai teknik berupa memasang membran di setiap ladang garamnya.
“Garam yang dihasilkan menggunakan membran atau tidak, itu berbeda. Penggunaan membran bertujuan menghindari tercampurnya debu dengan garam. Jadinya garam terlihat mengkilap. Karena kualitas berbeda, seyogyanya, harga garam Jepara harusnya lebih besar,” pungkas Mustafiyatun. (cr2/fat)