DEMAK, Joglo Jateng – Kabupaten Demak tidak hanya terkenal dengan wisata religi. Berbagai kuliner legendaris juga siap memanjakan lidah pengunjung. Dari kuliner lezat asem-asem demak, sego kropohan, hingga menu sehat legendaris bubur jamu coro.
Asem Pedas Manis, Asem-asem Demak Khas RM Rahayu
Asem-asem daging atau dikenal dengan nama asem-asem Demak merupakan masakan khas Kota Wali berisi irisan daging sapi. Kudapan ini bisa dinikmati di rumah makan legendaris, Rumah Makan Rahayu (Asem–Asem Demak).
Dari sekian banyak rumah makan, Rumah Makan Rahayu menjadi rujukan bagi pecinta kuliner. Sejak 1963 silam, tempat kuliner ini sudah diserbu ratusan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Rumah makan ini sangat populer di wilayah Kabupaten Demak. Berlokasi di Jalan Sultan Fatah No.41 A, Kauman, Bintoro, Kecamatan Demak, membuat rumah makan ini selalu ramai didatangi pengunjung lokal maupun luar kota.
Bambang Santoso, pemilik Rumah Makan Rahayu mengaku, dirinya merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha orang tuanya. Asem-asem daging di rumah makan ini sudah menjadi ikon yang wajib dikunjungi wisatawan.
“Orang datang ke Demak itu ada tiga perkara yang wajib dikunjungi. Pertama sowan Masjid Agung, kedua sowan Sunan Kalijaga, ketiga makan asem-asem Demak di Rahayu,” kelakarnya, belum lama ini.
Sesuai dengan namanya, hidangan ini identik dengan rasa kuahnya yang asam dan segar. Cocok disajikan kapan saja dan dalam cuaca dingin. Asem-asem daging terbuat dari bahan utama daging sapi yang direbus sampai empuk. Kemudian diolah bersama dengan bumbu-bumbu seperti bawang, cabai, lengkuas, asam jawa, belimbing wuluh, dan lainnya.
“Isiannya lengkap. Mulai dari kacang-kacangan, wortel, serta kuah beningnya seger,” katanya.
Hidangan ini paling enak disajikan dengan nasi putih panas, sambal, dan kerupuk. Membuat rasanya semakin menggugah selera. Perpaduan rasa yang pas membuat konsumen jatuh hati.
Pasalnya, daging yang lembut membuat lidah konsumen tergiur. Selain itu, kuah merah gurih dengan perpaduan rasa pedas dan asam yang dominan membuat penikmatnya bercucuran keringat.
“Ada pedasnya, ada manisnya, ada kecut, dan dimakan dengan nasi putih panas. Sudah, nikmatnya,” ungkapnya.
Untuk harga, semangkuk asem-asem dibanderol dengan harga Rp 33.000. Sedangkan, bagi yang tidak menyukai asem-asem, terdapat pula berbagai menu lezat yang siap memanjakan lidah pecinta kuliner.
Sego Kropohan, Makanan Para Ningrat Kota Wali

Sego kropohan adalah makanan khas Kota Wali selanjutnya. Kuliner ini bisa ditemukan di Warung Makan Seger Waras yang beralamat di Jalan Bhayangkara Baru Demak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak. Warung ini terletak di seberang poli umum RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Yunita, pemilik Warung Makan Seger Waras menceritakan, kata “kropohan” berarti dicampur. Dimana pada saat memasak, nasi kropohan dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain. Seperti daging dan sayur.
Penggunaan daging kerbau pada Sego Kropohan ini bukan tanpa alasan. Hal ini dikarenakan adanya pantangan bagi masyarakat Kudus dan Demak untuk makan daging sapi pada jaman dahulu.
“Karena jaman dulu antara Kudus dan Demak kan sapi nggak boleh, pantangan istilahnya. Jadi mereka pakaiannya kerbau,” ungkapnya.
Menurutnya, pada zaman dahulu, sego kropohan tidak menggunakan daging kerbau, namun dengan kulit kerbau. Karena daging hanya untuk keluarga ningrat. Namun, agar masyarakat biasa bisa ikut menikmati, dibuatlah makanan dengan kulit kerbau yang dicampur dengan sayur agar lebih banyak.
“Biar masyarakat bisa merasakan, di-kropoh-lah pakai waluh (labu putih, Red) atau gori (nangka muda, Red) dengan bumbu minimalis. Paling hanya ketumbar dan bawang saja,” terangnya.
Bila jaman dahulu sego kropohan dibuat dengan kulit kerbau dan disajikan menggunakan daun pohon jati, saat ini sego kropohan disajikan secara sederhana. Dengan sepiring nasi disajikan bersama semangkuk sup berisi daging kerbau dan labu putih. Juga cabai utuh bagi pecinta rasa pedas. Meskipun terlihat sederhana, rasa dari Sego Kropohan ini tidak bisa dibilang biasa saja.
Daging kerbau yang diolah sedemikian rupa membuat teksturnya menjadi empuk dan mudah ditelan. Labu putih yang menemani daging juga terasa segar di mulut dengan bumbu yang meresap. Disediakan juga kecap, saus, sambal, dan jeruk nipis bagi yang ingin meracik dengan rasa yang berbeda.
Bagi penikmat kuliner yang ingin mencicipi makanan ini cukup merogoh kocek sebesar Rp 15.000 untuk satu porsinya. Menu ini mulai tersedia sejak pukul 07.00 WIB. Namun, bagi pembeli diharapkan membeli sebelum waktu makan siang karena biasanya menu ini sudah habis terjual.
Bubur Jamu Coro, Warisan Legendaris Nenek Moyang

Bubur Jamu Coro asal Demak dipercaya warga sebagai obat penangkal virus corona pada saat pandemi seperti sekarang ini. “Coro” yang dalam bahasa jawa memiliki arti “cara/upaya” merupakan warisan nenek moyang sejak zaman dahulu.
Satu pedagang Jamu Coro di Jalan Bhayangkara di perempatan Kali Tuntang, Sri Puji Utami (41) mengatakan, ia sudah berjualan bubur jamu tersebut selama 25 tahun. Jamu yang tampak seperti bubur tersebut memiliki campuran 15 rempah lebih.
“Jamu Coro ini dipercaya pembeli sebagai obat penangkal corona, karena jamu coro ini terdapat ramuan-ramuan jamu yang bisa menstabilkan tubuh,” jelasnya saat ditemui di tempat jualannya, belum lama ini.
Utami menjelaskan, campuran rempah untuk Jamu Coro diantaranya jahe, akar wangi, pekak, sereh, jahe, kayu manis, cabe kuyang, air pandan, dan lainnya. Ia mengaku, selama berjualan selalu menggunakan bahan rempah berkualitas bagus. Salah satunya dengan menggunakan jahe jenis emprit agar bisa memberikan cita rasa pedas, segar, dan hangat.
“15 macam bahan rempah lebih. Saya pakai jahe emprit, karena cita rasanya yang khas bisa memberikan rasa hangat, pedes sedep. Jahe itu diparut dulu lalu diambil sarinya. Saya pun setiap hari minum,” ujarnya.
Utami menceritakan, semula ia menggunakan gendongan untuk berjualan Jamu Coro. Jalan kaki keliling rumah warga. Kini, dirinya bersama anaknya berjualan dengan gerobak di tempat kuliner sore Kali Tuntang.
“Jamu Coro ini kan sudah lama, dari nenek moyang. Saya kembangkan, saya perkenalkan di Demak karena sebelumnya sudah mau hilang. Terus saya jualan pake gerobak dorong. Sebelumnya kan digendong, keliling gitu,” katanya.
Selain itu, Utami menyampaikan peminat jamu tersebut kian ramai. Hal ini terlihat ketika dirinya berjualan dari pukul 15.00-17.30 WIB selalu habis diburu warga. Setiap hari, ia membuat bahan jamu sebanyak 6 kilogram atau satu dandang.
“Menjelang maghrib sudah habis. Alhamdulillah peminatnya meningkat terus. Dari saya sendiri tidak punya pegawai, saya gak berani nambah pegawai karena terkendala biaya,” kata warga asal Krapyak, Bintoro, Demak tersebut.
Sementara itu, anak Utami, M Latif Awalludin (20) menuturkan, omset Jamu Coro meningkat sejak adanya corona. Dirinya menyebut sehari bisa menghasilkan Rp 1 juta lebih. Dari yang semula Rp 900 ribu perhari.
Dirinya juga mengatakan sudah menjadi pelanggan tetap di sejumlah instansi pemerintah. Salah satunya Polda Jateng setiap Jumat Pagi.
“Setiap Jumat, pagi habis polisi senam itu, saya selalu kirim satu dandang ke Polda Jateng. Sudah 10 tahunan langganan. Jadi, kalau Jumat kita gak jualan,” ujar Latif.
Latif menambahkan, jamu dengan campuran banyak rempah alami tersebut hanya dibanderol dengan harga Rp 2.500. (cr3/ern)