PATI, Joglo Jateng – PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah membantah adanya kelangkaan gas elpiji 3 kilogram atau gas melon di Kabupaten Pati. Pihaknya menyebut bahwa penyaluran gas elpiji sesuai regulasi agar tepat sasaran.
Pjs Area Manager Com Rel dan CSR, Pertamina Patra Niaga Region Jawa Bagian Tengah, Marthia Mulia Asri, lewat keterangan tertulis Jumat (11/8) menjelaskan, pihaknya memiliki lembaga penyaluran resmi untuk elpiji 3 kilogram. Yakni agen dengan titik serah ke konsumen melalui pangkalan atau sub agen elpiji 3 kilogram.
Kemudian dijelaskan bahwa Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji 3 kilogram di pangkalan Pertamina di Kabupaten Pati sebesar Rp 15.500 ribu. Angka tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah tahun 2015. Masyarakat disebut berhak melapor jika terjadi penyelewengan harga Elpiji 3 kilogram di pangakalan Pertamina.
“Apabila masyarakat menemukan HET elpiji kilogram di pangkalan Pertamina yang tidak ada HET tersebut, dapat melaporkan melalui call center Pertamina di 135,” terangnya.
Selanjutnya, pihaknya menyampaikan indikator adanya penyerapan tinggi untuk konsumsi elpiji di suatu kota adalah penyerapan tinggi yang berada di pangkalan. Hal itu ditandai dengan adanya antrian dan habisnya alokasi elpiji Reffil dalam waktu cepat sejak jam buka pangkalan.
Selain itu, PT Pertamina Patra Niaga juga menyebut tidak adanya kelangkaan elpiji di Kecamatan Trangkil. “Pada hari ini, 11 Agustus 2023, tim Pertamina melihat samping 3 pangkalan yang berada di Kecamatan Trangkil, namun tidak terjadi antrian dan stok elpiji 3 kilogram masih tersedia hingga siang hari ini (11/8),” sebutnya.
Tim Sales Pertamina Patra Niaga juga disebut telah berkomunikasi kembali dengan Disdagperin setempat. Terkait tujuan dari progam subsidi subsidi tepat dan mekanisme yang dilakukan telah sesuai dengan amanat dari Kepmen (Keputusan Menteri) ESDM (Energi Sumberdaya dan Mineral) Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang petunjuk teknis perdistribusian isi ulang elpiji tertentu tepat sasaran.
“Dapat kami sampaikan bahwa sebelum ada progam subsidi tepat sasaran menggunakan aplikasi microsite, Pertamina telah mensyaratkan pembelian elpiji kilogram pangkalan dengan mencatat nomor NIK atau nomor KTP konsumen. Dan dicatat secara manual sebagai dasar untuk diaudit. Yang dilakukan penyelenggara negara untuk memastikan produk subsidi ini telah tepat sasaran,” imbuhnya.
Kemudian, Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah mengimbau kepada konsumen untuk membeli elpiji kilogram secara wajar. Mengingat elpiji 3 kilogram merupakan produk bersubsidi yang diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Diberitakan sebelumnya, gas elpiji 3 kilogram atau gas melon di Kabupaten Pati akhir-akhir disebut mengalami kelangkaan. Sulitnya mendapat gas subsidi inipun keluhan oleh masyarakat.
Salah satunya warga dari Kecamatan Margoyoso berinisial N (31). Ia menyebut terjadi kelangkaan gas melon dari mulai Hari Raya Qurban hingga sampai sekarang. Dari keterangannya, langkanya gas melon tersebut juga mengakibatkan harganya melambung. Akhirnya dirinya pun terpaksa membeli dengan harga yang terbilang cukup mahal.
“Gas ini memang lagi langka. Kalau ada barangnya pun, harga harganya mahal. Bahkan ada yang sampai Rp 30 ribu. Enggak tahu apakah ini karena kuotanya dibatasi atau bagaimana,” keluh dia, belum lama ini.
Keluhan serupa juga dirasakan Khoirul (25). Warga dari Kecamatan Trangkil ini mengaku kesulitan mendapatkan gas melon. Apalagi dengan adanya persyaratan membeli gas melon menggunakan KTP.
“Langkanya sekitar satu beberapa Minggu yang lalu. Kalau untuk harganya ada yang sampai Rp 28 ribu. Ditambah lagi kalau mau beli gas ribet. Perlu pakai KTP segala,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati, Hadi Santoso mengungkapkan bahwa ada sejumlah permasalahan yang mengakibatkan gas melon sulit didapat. Salah satunya terkait adanya pendataan konsumen yang dilakukan Pertamina melalui pangakalan dan agen gas elpiji 3 kilogram.
“Itu bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak konsumen yang memang secara aturan diperbolehkan membeli gas subsidi. Ketika itu dilakukan maka muncul pangkalan-pangkalan itu masyarakatnya yang diperbolehkan memakai gas elpiji,” ungkapnya.
Kemudian persoalan lainnya yakni soal adanya pembatasan dari Pertamina untuk pembelian gas skala rumah tangga dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Yakni diatur kouta untuk rumah tangga setiap bulannya 4 tabung. Sedangkan UMKM 8 sampai 10 tabung.
“Ini yang menjadi masyarakat agak kesulitan. Karena ada UMKM yang lebih dari itu kebutuhan. Ada yang satu hari 1 tabung bahkan ada 3 tabung. Ketika dibatasi itu ada kesulitan. Padahal untuk membeli elpiji 3 kilo harus memakai KTP,” terangnya.
Sedangkan persoalan lain yakni karena banyaknya kegiatan masyarakat. Seperti halnya sedekah bumi. Sehingga kebutuhan sas elpiji menjadi meningkat terutama 3 kilogram. Untuk mengatasi persoalan kelangkaan gas melon itu, pihaknya akan mengusulkan penambahan kouta.
Meskipun sebenarnya, Disdagperin telah menghitung kouta dan realisasi gas melon di Kabupaten Pati mencukupi. Mengingat, mulai dari Januari hingga akhir Juli lalu, total realisasinya sebesar 7.331.880 tabung. Padahal kouta elpiji di Pati 11.778.660 tabung. Kemudian ditambah cadangan sebanyak 796.660 tabung.
“Kalau berdasarkan kouta yang kita terima baru terealisasi 58,35 persen. Jadi rata-rata satu bulan 1 juta tabung konsumsi masyarakat. Untuk memenuhi ini kami mengajukan penambahan kouta bulanan. Untuk memenuhi kouta Agustus. Kita belum tahu jumlahnya. Sesuai kebutuhan dari masyarakat,” tandasnya. (lut/gih)