Oleh: Ida Winarti, S.Pd
Guru SDN 02 Samong, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang
APABILA melihat kurikulum sekolah dasar 2013, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia akan ditemukan beberapa pembaharuan. Pembaharuan tersebut terutama tampak pada penggunaan pendekatan komunikatif anintegrative dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Hal ini sejalan dengan pendapat K. Goodman tentang konsep keterampilan materi pelajaran bahasa yang dapat dilihat dari dua segi. Yaitu keterpaduan antar materi bahasa dalam pembelajaran bahasa itu sendiri dan keterpaduan antara pembelajaran bahasa dengan materi pebelajaran mata pelajaran lain. Kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia 2013 mengandung komponen terpadu. Yaitu kebahasaan dan pemahaman (Muchlisoh dkk, 1998:5).
Sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel (1963), dikemukakan bahwa kebermaknaan belajar di tandai oleh munculnya dua kriteria. Yaitu pertama, terjadinya hubungan substantif mengenai aspek-aspek konsep informasi atau situasi baru dengan komponen yang relevan yang terdapat di dalam bentuk hubungan-hubungan yang bersifat derivative, elaborative, korelatif, maupun yang bersifat kualitatif atau representasional. Kedua, hasil belajar yang diperoleh bersifat tahan lama aktual eksperimental berbasis pengalaman pribadi dan minat. Untuk itu, guru harus mempersiapkan kegiatan belajar mengajar yang menarik, merangsang, menantang, dan menyenangkan, melalui cara belajar yang bermakna dan bervariasi. Tujuannya agar siswa gemar belajar.
Karena membaca adalah kunci pokok didalam belajar, yang terpenting adalah bagaimana mengupayakan membaca dan menulis menjadi suatu kegemaran. Budaya membaca perlu dikembangkan karena mempelajari sesuatu dengan membaca lebih dalam pengalamannya dari pada mendengarkan informasi. Adapun yang menjadi dasar mempelajari suatu ilmu pengetahuan adalah mengetahui dan paham apa yang dipelajari. Dengan demikian, bahasa merupakan syarat mutlak bagi anak untuk memahaminya. Oleh karena itu alokasi waktu pelajaran bahasa Indonesia yang diwajibkan di sekolah dasar paling besar dari mata pelajaran lainnya. Mengerti dan memahami bahasa yang digunakan di buku-buku membantu siswa untuk aktif belajar.
Pada akhirnya, siswa memiliki kegemaran tersendiri untuk belajar (membaca) dan tidak terbatas di sekolah saja. Sehubungan dengan kreativitas guru di sekolah, diperlukan kritik diri terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk menumbuhkan minat membaca pada siswa.
Kemampuan membaca pada siswa merupakan dasar untuk belajar lebih giat setelah siswa memiliki minat yang tumbuh dari dalam dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa membaca merupakan kegiatan manusia untuk megembangkan jiwanya. Apabila telah terampil dalam membaca, mereka dapat memperoleh pengalaman, pengetahuan, membentuk pengertian, mengembangkan daya pikir dan imajinasi, serta dapat membentuk sikap hidup yang baik, sebagai warga negara yang berguna bagi masyarakat dan negaranya (Supriadi dkk, 1995). Dalam hal ini, siswa dituntut sering belajar dan banyak membaca. Maka, diperlukan minat yang besar untuk membaca.
Kemampuan membaca siswa hendaknya diiringi dengan upaya meningkatkan minat siswa dalam membaca. Sehingga dapat mengubah learning to read secara berangsur-angsur menjadi reading to learn. Minat baca merupakan suatu keinginan atau kecendrungan yang tinggi (gairah) untuk membaca (Siregar, 2004). Minat baca tumbuh dari diri siswa masing-masing. Sehingga untuk meningkatkan minat baca, perlu kesadaran setiap individu. Membaca merupakan suatu keinginan dan kemauan untuk menuju kemajuan dan kesuksesan. Minat baca tersebut dapat diperoleh pada siswa saat duduk di bangku sekolah dasar.
Dengan biasa membaca sejak duduk di bangku sekolah dasar, maka siswa akan memiliki pengetahuan yang baru dan kemampuan membaca dengan alur pikiran yang telah siswa dapatkan. Minat baca dapat ditumbuhkan dan dikembangkan, sehingga kebiasaan membaca dapat lebih menambah pengetahuan. Minat baca yang tinggi merupakan sesuatu yang diharapkan baik itu siswa sendiri, guru, maupun orang lain. (*)