KUDUS, Joglo Jateng – Batik Kudus sempat mengalami masa suram. Terutama pada era 1980-an. Ketika produksinya hampir punah.
Saat itu, batik khas Kudus sulit ditemukan. Bahkan jika ada, pembuatnya bukan berasal dari daerah ini. Selama periode tersebut, tidak ada regenerasi perajin. Sehingga perkembangannya terhenti total.
Pemilik Alfa Shoofa Batik Kudus, Ummu Asiyati menyampaikan, batik Kudus memiliki motif khas yang sarat makna akan budaya. Seperti Kapal Kandas, Romo Kembang, dan Burung-burung. Namun, akibat kurangnya produksi dan minat masyarakat, motif-motif ini hampir lenyap dari peredaran.
“Kini, batik Kudus kembali bangkit dengan inovasi baru. Para perajin termasuk saya, mulai menghidupkan kembali motif klasik, dengan sentuhan modern agar lebih relevan dengan perkembangan zaman,” ungkapnya, belum lama ini.
Ummu menambahkan, beberapa motif kuno kini dipadukan dengan unsur khas Kudus lain. Diantaranya Menara Kudus, Lentog Tanjung, dan Tari Kretek.
“Meski batik Kudus kembali diminati, tantangan tetap ada. Terutama dalam proses pembuatannya yang memakan waktu lama serta harga jual yang relatif tinggi. Namun, hal ini justru menambah nilai eksklusivitas dan keunikan batik Kudus di pasar,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, upaya pelestarian terus dilakukan oleh berbagai pihak. Termasuk komunitas perajin dan pemerintah daerah, guna memastikan warisan budaya ini tetap terjaga dan bisa terus berkembang di tengah arus modernisasi.
“Kebangkitan batik Kudus ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi masyarakat lokal, tetapi membuka peluang bagi industri kreatif dan ekonomi berbasis budaya,” pungkasnya. (cr9/fat)